Senin 01 Nov 2021 10:47 WIB

Konvensi Capres: Peserta Bisa Nyapres, Bisa Juga Diabaikan

Nasdem akan menggelar konvensi untuk menjaring bakal capres 2024.

Anies Baswedan (kanan) saat mengikuti wawancara prakonvensi capres dari Partai Demokrat di Jakarta, pada 2014 lalu. Menjelang Pilpres 2024, Partai Nasdem berencana menggelar konvensi untuk menjaring capres. (ilustasi)
Foto:

Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia), Hendri Satrio, menilai, konvensi capres yang akan digelar Nasdem akibat dari parpol tak punya tokoh yang bisa dijagokan.

"Kalau partai papan tengah cari capres itu karena otomatis mereka tidak memiliki figur sentral atau tokoh yang mumpuni secara popularitas sehingga perlu menjaring para tokoh," kata Hendri kepada Republika, Jumat (29/10).

Hendri mengamati konvensi capres bukan kali ini saja dilakukan sebuah parpol. Konvensi pertama kali diadakan di Indonesia oleh Partai Golkar. Tokoh pernah ikut konvensi capres Golkar diantaranya Wiranto, Aburizal Bakrie, Prabowo Subianto, dan Surya Paloh.

Wiranto yang saat itu menjadi pemenang konvensi, kemudian oleh Partai Golkar resmi diusung sebagai capres pada Pilpres 2024.

"Golkar lakukan dulu itu efektif dan bagus. Artinya itu jadi jalan tengah di parpol untuk dorong orang yang menurut parpol itu pantas jadi capres," ujar Hendri.

Hendri mempersilakan parpol manapun mengadakan konvensi capres. Ia mengimbau parpol tak perlu cemas prematur soal suara yang bakal diperoleh sang peserta konvensi.

"Masalah menang atau enggak di pilpres belakangan karena itu pilihan rakyat," ucap Hendri.

Namun, Hendri mengingatkan Nasdem agar tak meniru Partai Demokrat. Dalam konvensi yang pernah digelar Demokrat, Hendri menyayangkan tokoh yang telah terjaring malah diabaikan.

"Biasanya penjaringan tokoh ini kalau memang bagus (prosesnya) hasilnya bagus misalnya Dahlan Iskan di Demokrat waktu itu ada Anies Baswedan juga. Sebenarnya kalau dipatuhi bagus, tapi Demokratnya mbalelo enggak patuhi atau teruskan hasil konvensi," ucap Hendri.

Berbicara dalam kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda AR mengatakan, bahwa saat ini ada tiga jalur untuk menjadi capres untuk Pilpres 2024. Pertama adalah jalur kepala daerah, seperti sejumlah gubernur saat ini yang memiliki elektabilitas tinggi.

Jalur inilah yang dimanfaatkan oleh Joko Widodo dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Saat itu, Jokowi meraih simpati publik saat menjadi wali kota Solo dan kemudian melenggang ke DKI Jakarta, hingga menjadi presiden.

Baca juga : Sekjen PDIP: Politik Bansos SBY Jadi Beban APBN

"Ini eskalator politik menuju capres 2024 yang potensial. Khususnya gubernur di Pulau Jawa, yaitu Gubernur DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur," ujar Yuda dalam rilis daringnya, Senin (25/10).

Kedua adalah jalur partai politik yang dimiliki oleh para elite di dalamnya. Beberapa nama elite partai yang berpotensi maju sebagai capres adalah Prabowo Subianto, Puan Maharani, Airlangga Hartarto, dan Muhaimin Iskandar.

"Karena partai politik adalah pemilik tiket untuk maju di Pilpres 2024," ujar Yuda.

Terakhir adalah jabatan menteri yang dipegang oleh sejumlah sosok potensial, seperti Sandiaga Salahuddin Uno, Erick Thohir, dan Mahfud MD. Menurutnya, Pasalnya, mereka memiliki pekerjaan yang dapat dipantau publik, sehingga dapat memperoleh elektabilitas.

"Jadi ini adalah eskalator politik potensial yang kita analisis berdasarkan temuan survei ini dan tergantung siapa mendapatkan momentum politik ini," ujar Yuda.

 

photo
Belum Ada Capres Dominan - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement