Sabtu 30 Oct 2021 11:00 WIB

Konferensi Pelajar Kupas Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Tiga dosa besar itu adalah kekerasan seksual, perundungan dan intoleransi.

Maarif  Institute bekerja sama dengan Direktorat Sekolah Menengah Atas Dirjen PAUD-Dikdasmen Kemendikbudristek RI menggagas Konferensi Pelajar yang mengupas tentang  kekerasan seksual, perundungan dan intoleransi, pada 28, 30 dan 31 Oktober 2021.
Foto: Dok Maarif Institute
Maarif Institute bekerja sama dengan Direktorat Sekolah Menengah Atas Dirjen PAUD-Dikdasmen Kemendikbudristek RI menggagas Konferensi Pelajar yang mengupas tentang kekerasan seksual, perundungan dan intoleransi, pada 28, 30 dan 31 Oktober 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan dalam Catatan Tahunan 2021 menyebutkan bahwa pada 2020 sekitar 30-an tenaga pendidik menjadi pelaku kekerasan seksual. KPAI mencatat bahwa dalam kurun waktu 2011-2019 terdapat 2.473 kasus perundungan di dunia pendidikan. PPIM UIN Jakarta dalam riset bertajuk “Api dalam Sekam” menyebutkan sebanyak 51,1 persen siswa dan mahasiswa memiliki opini intoleran terhadap aliran minoritas.

Berulangnya kasus kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi di sekolah menunjukkan bahwa kekerasan masih kerap terjadi dalam dunia pendidikan. “Berbagai peristiwa kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan akan menimbulkan dampak yang buruk dan menjadi ancaman serius bagi peserta didik,” ungkap Abd  Rohim Ghazali, direktur eksekutif Maarif  Institute.

Oleh karena itu, ia menambahkan, para pelajar harus menumbuhkan kesadaran dalam kegiatan-kegiatan positif dan menghindarkan diri dari kemungkinan-kemungkinan terburuk. “Jangan sampai generasi muda seperti tunas-tunas yang tumbuh di hutan belantara, yang akan dengan mudah diintai oleh para predator,” tandasnya.

Untuk itulah, Maarif  Institute bekerja sama dengan Direktorat Sekolah Menengah Atas Dirjen PAUD-Dikdasmen Kemendikbudristek RI menggagas Konferensi Pelajar  dengan mengangkat tema yang disebut oleh Mendikbudristek sebagai “3 dosa besar dalam dunia pendidikan”. “Di tengah perbedaan, tidak ada ruang bagi tumbuhnya kekerasan. Memang, dengan berkembangnya media informasi, selalu ada peluang untuk memecah kesatuan bangsa. Namun, keragaman yang ada di Indonesia harus kita maknai sebagai berkah, bukan musibah. Keragaman adalah fakta sosial yang tidak bisa kita bantah. Kita berharap, para generasi muda mampu menjadi agen dari pencegahan tiga dosa besar, yaitu kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi.” Demikian disampaikan oleh Dr  Suhartono Arham MSi selaku direktur SMA Kemendikbudristek RI dalam sambutan pembukaan acara, Kamis (28/10) seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Konferensi Pelajar akan berlangsung selama tiga pada hari Kamis, Sabtu, dan Ahad,  tanggal 28, 30, dan 31 Oktober 2021 secara daring melalui aplikasi Zoom meeting. Sebanyak 50 pelajar SMA dari berbagai daerah di Indonesia  mengikuti gelaran ini. Mereka adalah para pelajar yang dinyatakan lolos seleksi oleh panitia.

Konferensi dibuka dengan seminar umum yang menghadirkan Ayu Kartika Dewi (staf khusus presiden RI dan Co-Founder Toleransi.id), Retno Listyarti (komisioner KPAI), dan Yulianti Muthmainnah (kepala Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta) sebagai narasumber. Setelahnya, sesi dikhususkan bagi 50 pelajar peserta kongres ditemani oleh para fasilitator dan pemantik diskusi yang bertujuan untuk membincang dan merumuskan bersama upaya-upaya pencegahan kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi di sekolah menengah atas.

Para pemantik diskusi yang akan menemani adalah Alimatul Qibthiyah (komisioner Komnas Perempuan), Andika Zakiy Nugroho (coordinator program SEJIWA), David Krisna Alka (managing editor Geotimes), Habib Husein Ja’far Al Hadar (content creator, pendakwah, dan penulis), Irfan Amalee (pendiri dan pimpinan Pondok Peacesantren Welas Asih Garut), Pdt. Jacklevyn Frits Manuputty (sekretaris umum PGI), Khelmy K  Pribadi (Project Leader I-Khub BNPT), Rita Pranawati (komisioner KPAI), Rudi Fofid (wakil pemimpin redaksi Suara Maluku), dan Yosephine Dian Indraswari (direktur eksekutif Yayasan Pulih).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement