Kamis 28 Oct 2021 21:39 WIB

Masyarakat Dinilai Perlu Edukasi dan Literasi Media

AJI menilai banyak masyarakat tidak bisa membedakan media massa dengan media sosial.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus raharjo
Kerja-kerja jurnalistik diatur Undang-Undang Pers No.40 tahun 1999, Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Pemberitaan Media Siber. Perilaku doxing adalah bentuk kekerasan kepada jurnalis dan jurnalisme..
Foto: Pixabay
Kerja-kerja jurnalistik diatur Undang-Undang Pers No.40 tahun 1999, Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Pemberitaan Media Siber. Perilaku doxing adalah bentuk kekerasan kepada jurnalis dan jurnalisme..

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat media sosial dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rulli Nasrullah, mengatakan masyarakat memerlukan edukasi dan literasi media. Menurut dia, saat ini sebagian besar masyarakat lebih banyak membaca berita dari media sosial (medsos) ketimbang media massa sebagai sumber utamanya.

"Misal berita online web utamanya tuh sudah jarang dibaca, dia lebih senang melihat di Twitter, Facebook, TikTok, segala macam. Edukasi ini menjadi penting," ujar Rulli dalam bincang literasi media dan informasi secara daring, Kamis (28/10).

Baca Juga

Padahal, jumlah karakter dalam medsos apalagi Twitter sangat terbatas, sehingga berita atau informasi yang disajikan tidak utuh. Bisa saja publik hanya melihat satu unggahan tanpa membaca unggahan lainnya yang menjadi bagian dari penjelasan atas berita yang disampaikan.

Menurut dia, media massa perlu memberikan edukasi kepada masyarakat untuk memilah berita maupun informasi. Saat ini, tidak semua media massa menyiapkan lembaga pendidikan, termasuk pelatihan bagi calon jurnalis.

"Budaya kita ini sudah berubah, budaya yang sangat berubah, tetapi adaptasinya tidak berubah," kata Rulli.

Sementara itu, anggota Bidang Pendidikan, Etik, dan Profesi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Dian Yuliastuti berharap masyarakat sebagai konsumen berita dari media massa cerdas dan memiliki kemampuan literasi yang baik. Menurutnya, masih banyak masyarakat yang tidak bisa membedakan media massa dan media sosial.

"Mohon maaf, masih banyak masyarakat yang tidak bisa membedakan media massa dan media sosial," kata Dian.

Dia menuturkan, siaran wawancara di Youtube seseorang atau media sosial lainnya dianggap sebagai bagian dari produk media massa. Padahal, dalam konteks jurnalistik, terdapat aturan dan tahapan dalam wawancara, sehingga tidak asal melontarkan pertanyaan.

Produk jurnalistik juga dihasilkan demi kepentingan publik, bukan kepentingan individu. Sebab, media massa mempunyai tugas memberikan informasi yang akurat melalui proses verifikasi dan konfirmasi kepada masyarakat berdasarkan kepentingan publik secara luas dan umum.

"Kita menyajikan berita dengan konfirmasi, dengan data, dengan melalui proses yang panjang," tutur Dian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement