Selasa 19 Oct 2021 11:44 WIB

LBH Jakarta Soroti Anies Ingkar Soal Penggusuran Paksa

Pemprov DKI dinilai acuh penggusuran paksa di lahan milik PT Pertamina di Pancoran.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Erik Purnama Putra
LBH Jakarta menyerahkan rapor merah empat tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan di Balai Kota DKI. Senin (18/10).
Foto: Republika/Zainur Mahsir Ramadhan
LBH Jakarta menyerahkan rapor merah empat tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan di Balai Kota DKI. Senin (18/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyoroti penggusuran paksa yang masih menghantui warga Jakarta pada masa kepemimpinan Gubernur Anies Rasyid Baswedan. Padahal, selama masa kampanye, Anies sempat berjanji bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI tidak melakukan penggusuran.

"Memasuki tahun keempat masa pemerintahan Gubernur Anies Baswedan, kasus-kasus penggusuran paksa di wilayah DKI Jakarta masih saja terjadi," jelas pengacara publik LBH Jakarta, Charlie Albajili, di Pendopo Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Senin (18/10) sore WIB.

Charlie memerinci, dua kasus yang teranyar terjadi adalah penggusuran paksa terhadap warga di RT 001, RW 001, Kelurahan Menteng Dalam, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, dengan dalih program pencegahan banjir Pemprov DKI. Selain itu, LBH juga menganggap Pemprov DKI acuh terhadap penggusuran paksa warga Pancoran Buntu II, Kecamatan Pancoran, dengan dalih pemulihan aset PT Pertamina Training & Consulting.

Lahan itu memang milik Pertamina, tetapi penggusuran sempat menimbulkan perlawanan warga. "Keduanya dilakukan di tengah Pandemi Covid-19," tuturnya.

Secara khusus, Charlie menyebut LBH Jakarta memiliki data, sepanjang Januari sampai dengan September 2018 saat masa kepemimpinan Anies terdapat 79 titik penggusuran di DKI Jakarta dengan jumlah korban 277 kepala keluarga (KK) dan 864 unit usaha. Angka tersebut terbagi ke dalam penggusuran unit usaha, yaitu sejumlah 53 titik penggusuran dengan korban 773 unit usaha.

"Penggusuran terhadap hunian sejumlah 17 titik dengan korban 186 kepala keluarga. Adapun dari angka tersebut terdapat pula penggusuran yang melibatkan hunian maupun unit usaha (gabungan), yaitu sejumlah sembilan titik dengan korban 89 kepala keluarga dan 93 unit usaha," ucap Charlie.

Dia menambahkan, berbagai penggusuran itu pada dasarnya dilakukan dengan pola yang sama, yaitu absennya prosedur dan syarat perlindungan bagi warga terdampak pembangunan. Padahal, kata dia, hal itu sudah diatur dalam Komentar Umum Nomor 7 tentang Hak Atas Perumahan yang Layak (Pasal 11 Ayat (1) dan Konvensi Hak Ekonomi Sosial dan Budaya).

Charlie pun ingin Pemprov DKI membenahi semua itu agar tidak ada lagi penggusuran paksa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement