Ahad 24 Oct 2021 22:13 WIB

Penanganan Banjir, Pemprov DKI tak Berorientasi Betonisasi

Pemprov DKI tak berorientasi pada betonisasi dalam penanganan banjir Jakarta.

Rep: Eva RiantiĀ / Red: Bayu Hermawan
Petugas mengoperasikan ekskavator untuk mengeruk lumpur anak kali Ciliwung di Kenari, Jakarta.
Foto: Prayogi/Republika
Petugas mengoperasikan ekskavator untuk mengeruk lumpur anak kali Ciliwung di Kenari, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjelaskan sejumlah langkah strategis dalam mengendalikan banjir di Ibu Kota. Hal itu disampaikan menyusul laporan Lembaga Badan Hukum (LBH) Jakarta perihal penanganan banjir baru-baru ini. 

Asisten Pemerintahan Sekda Provinsi DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, menuturkan ada sejumlah hal yang perlu diketahui oleh masyarakat mengenai upaya yang diambil Pemprov DKI Jakarta dalam mengatasi banjir. Sigit mengatakan, dalam mengendalikan banjir, Pemprov DKI Jakarta melakukan upaya yang tidak berorientasi pada betonisasi.

Baca Juga

Diantaranya meliputi program 'Gerebek Lumpur' dengan mengintensifkan pengerukan pada selokan, kali, situ, dan waduk. Juga membuat olak-olakan, memperbaiki saluran air, mengintensifkan instalasi sumur resapan atau drainase vertikal, mengimplementasikan blue and green yaitu taman yang menjadi kawasan tampungan air sementara saat intensitas hujan tinggi, penyediaan alat pengukur curah hujan, dan perbaikan pompa.  

"Berbagai program tidak berorientasi pada betonisasi," ujar Sigit dalam keterangannya, dikutip Ahad (24/10).  

Lebih detail, dia menjelaskan, pihaknya menyiagakan pompa sepanjang tahun di 178 lokasi rumah pompa. Terdapat 457 pompa stasioner di dekat sungai, waduk, serta pintu air. Juga 282 unit pompa mobile atau portable yang tersebar di lima kota administrasi. Pemprov DKI Jakarta juga mendatangkan tambahan pompa mobile sebanyak 40 unit.

Untuk mengantisipasi kurangnya daerah tangkapan hujan dan penurunan muka tanah, Sigit menerangkan, Pemprov DKI Jakarta secara masif membuat drainase vertikal untuk membantu penyerapan air ke tanah dan menampung cadangan air bersih. Kini, ada puluhan ribu titik drainase vertikal di Ibu Kota.

"Untuk diketahui, drainase vertikal yang telah dibangun oleh Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta di tahun 2021 hingga September sebanyak 6.967 titik tersebar di lima kota administrasi. Selain itu, OPD lainnya di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, masyarakat umum, dan komunitas turut membangun drainase vertikal, sehingga total sudah terbangun 11.975 titik drainase vertikal di Jakarta," jelasnya.

Selain itu, lanjut Sigit, Pemprov DKI menambah ruang terbuka hijau yang turut menjadi kawasan serapan air hujan. Pada tahun ini ditargetkan ada 12 taman baru untuk melengkapi 57 taman maju bersama (TMB) yang sudah ada. Selain itu ada pula Taman Grande, yaitu merevitalisasi taman-taman yang sudah ada sehingga naik kelas.

"Contohnya Taman Tebet yang saat ini sedang proses dikerjakan. Lalu salah satu RTH lainnya adalah Hutan Mangrove di Jakarta Utara," ujarnya.

Hal lainnya, dilakukan naturalisasi sungai dan waduk, sesuai Pergub Nomor 31 Tahun 2019. Upaya revitalisasi juga dilakukan untuk menambah kapasitas daya tampung air. Pemprov DKI Jakarta, kata Sigit, juga menerapkan mekanisme pajak tanah untuk membatasi penyedotan air tanah.

"Ada pula pembangunan dan rehabilitas polder untuk mengelola sistem tata air terintegrasi sehingga melindungi suatu kawasan dari banjir. Sepanjang tahun 2021—2022 akan dilakukan pembangunan dan rehabilitasi polder di sembilan lokasi," jelasnya.

Sigit menambahkan, Pemprov DKI Jakarta berkolaborasi dengan Kementerian PUPR untuk melakukan normalisasi Kali Ciliwung. Kolaborasi itu juga dilakukan dalam hal penanganan banjir rob akibat naiknya permukaan laut dengan membangun tanggul pantai di sepanjang pesisir Jakarta yang membentang sekitar 12,66 kilometer (km) di pantai Utara. Ke depan, target pembangunan tanggul sepanjang 46,21 km.

Sebelumnya, Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Charlie Albajili dan rekannya, menyerahkan rapor merah empat tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, kepada Asisten Pemerintahan DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko. Dalam penyerahan rapor tersebut, LBH mengkritik 10 poin capaian negatif Anies, salah satunya menyoal banjir di DKI.

Charlie menjelaskan, hal itu menyangkut penanganan banjir yang belum mengakar pada beberapa penyebab banjir. Selain itu juga, pihaknya mengkritik solusi penanganan yang selalu sama. Sejauh ini, kata dia, fokus penanganan Pemprov DKI hanya ada pada aliran sungai di wilayah Jakarta. Utamanya, menghilangkan hambatan pada aliran sungai dari hulu ke hilir di wilayah DKI Jakarta.

"Dan itu masih tetap cenderung pada pengerasan (betonisasi)," ujarnya. 

Bahkan, dalam beberapa Peraturan Kepala Daerah DKI pun, disebut Charlie masih ditemukan potensi penggusuran dengan adanya pengadaan tanah di sekitar aliran sungai. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement