Ahad 10 Oct 2021 15:52 WIB

Seleksi Penyelenggara Pemilu Harus Bebas Kepentingan Parpol

Legislator perlu membiarkan proses rekrutmen bergulir di tim seleksi.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Muhammad Fakhruddin
Seleksi Penyelenggara Pemilu Harus Bebas Kepentingan Parpol (ilustrasi).
Foto: Antara
Seleksi Penyelenggara Pemilu Harus Bebas Kepentingan Parpol (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Politeknik STIA LAN Jakarta, Nurliah Nurdin, mengatakan proses rekrutmen dan seleksi penyelenggara pemilu harus bebas dari kepentingan partai politik (parpol).

Berkaca pada pengalamannya mengikuti seleksi pada 2012 lalu, justru muncul pertanyaan kepada calon mengenai parpol apa yang mendukung dirinya.

"Orang-orang itu pada bertanya 'partai mana yang dukung'. Lha kan saya bingung kok bisa sih partai mana yang dukung, ini kan harusnya free of political party interest," ujar Nurliah dalam webinar pada Ahad (10/10).

Jika calon sudah menjalin komitmen dengan partai, sesuatu yang buruk pun bisa terjadi. Sebab, ketentuan perundang-undangan menyebutkan penyelenggara pemilu harus independen, tidak terafiliasi dengan parpol, dan bebas dari pengaruh pihak mana pun berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya.

Nurliah meminta parpol terutama yang berada di parlemen saat ini tidak terlibat dalam proses rekrutmen dan seleksi penyelenggara pemilu. Menurut dia, legislator perlu membiarkan proses rekrutmen bergulir di tim seleksi dan presiden sebelum akhirnya ditindaklanjuti di DPR untuk uji kelayakan dan kepatutan.

"Teman-teman partai harus ada yang berani menyatakan seperti ini ya, 'ok partai kita tenang-tenang saja biarkan pansel bekerja, penyelenggara pemilu bekerja'," kata dia.

Dosen FISIP Universitas Indonesia, Sri Budi Eko Wardani, mengatakan lembaga penyelenggara pemilu merupakan jantung pembuatan keputusan politik yang mengatur seleksi kepemimpinan negara. Menurut dia, sejak awal akan ada kepentingan politik baik langsung maupun tidak langsung untuk mempengaruhi proses seleksi penyelenggara pemilu dari pihak-pihak yang bakal terdampak oleh keputusan KPU dan Bawaslu nantinya.

Dani menuturkan, isu kepentingan politik ini menjadi salah satu tantangan keterlibatan perempuan dalam kepemiluan. Kepentingan politik masih kental dipengaruh kelompok dominan di masyarakat yang berpotensi menghambat partisipasi perempuan dalam seleksi penyelenggara pemilu.

"Bagaimana kepentingan politik itu kemudian dipengaruhi oleh kelompok dominan dalam masyarakat itu yang nanti bisa menghambat partisipasi perempuan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement