Ahad 10 Oct 2021 03:51 WIB

LBH: Pengajuan Bukti Bukan Wewenang Kami

LBH tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) dikeluarkan penyidik Polres Lutim dalam kasus dugaan rudapaksa atau pemerkosaan tiga anak oleh ayahnya berinisial SA, di Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulawesi Selatan, sangat prematur. Ilustrasi
Foto: pixabay
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) dikeluarkan penyidik Polres Lutim dalam kasus dugaan rudapaksa atau pemerkosaan tiga anak oleh ayahnya berinisial SA, di Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulawesi Selatan, sangat prematur. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mengatakan, penghentian penyelidikan yang dikeluarkan penyidik Polres Lutim dalam kasus dugaan rudapaksa atau pemerkosaan tiga anak oleh ayahnya berinisial SA, di Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulawesi Selatan, sangat prematur. LBH juga mengomentari pernyataan Polda Sulsel yang mempersilakan LBH untuk mengajukan bukti-bukti baru pada kasus ini agar bisa dibuka.

Direktur LBH Makassar Muhammad Haedir mengatakan, pengajuan bukti-bukti bukan kewenangan LBH dan pernyataan itu salah alamat. Ia mengatakan, tidak ada kewenangan LBH mengambil dan mengajukan alat bukti, yang menjadi tugas dan ranah aparat kepolisian. 

Baca Juga

"Fakta-fakta yang telah disebutkan tadi, minimal ada tiga hal fakta yang harus diambil sendiri oleh polisi, bukan LBH," katanya saat menggelar konferensi pers di kantornya, Jalan Nikel Raya, Sabtu (9/10).

"Pertama hasil visum, kedua hasil rekam medik anak saat diperiksa di Rumah Sakit di Lutim. Ini harus diambil oleh polisi sendiri, LBH tidak bisa, LBH tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan," kata dia menegaskan.

Menurut dia, dalam aturan KUHPidana, pihak melakukan penyelidikan adalah wewenang kepolisian dan bukan malah korban yang dibebankan. "Bagaimana bisa korban dibebani pembuktian. Harusnya yang membuktikan itu penyidik. Siapakah yang berwenang mencari bukti dalam KUHP? itu polisi, penyidik dalam hal ini. Jadi tidak benar agar kita untuk menyampaikan bukti, karena bukti sebenarnya ada di rumah sakit, kita tidak punya akses," paparnya.

Haedir mengungkapkan, metode yang dijalankan P2TP2A Luwu Timur sudah salah dengan mempertemukan para anak korban dan terduga pelaku. Padahal, prosedurnya tidak dibolehkan. Dalam hal asesmen, seharusnya para korban anak dijauhkan dari terduga pelaku dan bukan malah sebaliknya memintanya datang bertemu. 

Ketua Divisi Perempuan, Anak, dan Disabilitas LBH Makassar, sekaligus pendamping hukum para anak korban, Rezky Pratiwi, menyatakan, penyidik sangat mungkin melakukan pemeriksaan saksi lain, dan penggalian petunjuk lain. "Jadi kami dalam gelar perkara di Polda Sulsel sudah menyampaikan dokumen-dokumen. Itu tinggal di follow up saja. Kalau misalnya penyelidikan ini dibuka kembali, kami sangat terbuka untuk bekerja sama dengan penyidik," ujarnya.

LBH berharap proses penyelidikan dibuka kembali agar bukti-bukti terhadap perkara tersebut menjadi kuat. Sebagai pendamping hukum, LBH menyatakan siap dilibatkan.

"Kami sangat siap dan meminta untuk dilibatkan secara penuh. Tapi prosesnya harus dibuka dulu oleh Polri. Surat SP3 dan pemberitahuan kepada pelapor juga harus dicabut Polri, baru kami masuk bekerja sama dan terlibat. Tidak dengan statemen di media atau panggilan yang sifatnya tidak formal," paparnya.

Sebelumnya, Polri melalui Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri mengerahkan Tim Asistensi ke Luwu Timur, terkait dengan kasus dugaan rudapaksa terhadap tiga anak di bawah umur. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu, mengatakan pengerahan Tim Asistensi Bareskrim Polri ini untuk memberikan pendampingan kepada Polres Luwu Timur dan Polda Sulawesi Selatan terkait proses hukum kasus dugaan rudapaksa tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement