Senin 04 Oct 2021 14:43 WIB

Bamsoet: PPHN Sebaiknya tidak dengan Undang-Undang

Bamsoet menilai ada urgensi menghadirkan PPHN sebagai pedoman pembangunan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Ketua MPR Bambang Soesatyo
Foto: Antara/Galih Pradipta
Ketua MPR Bambang Soesatyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet menilai adanya urgensi menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai pedoman pembangunan. Namun, bentuk hukum penetapannya tak cukup dengan undang-undang.

"Bentuk hukum penetapan PPHN sebaiknya bukan undang-undang, karena sebagai haluan negara PPHN harus mempunyai legal standing yang kuat," ujar Bamsoet di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (4/10).

Baca Juga

Menurutnya, tidak dapat dibayangkan jika PPHN diatur dalam bentuk undang-undang. Sebab pelaksanaannya nanti dapat dihalau dengan hadirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perppu).

"Atau, diajukan judicial review melalui Mahkamah Konstitusi," ujar Bamsoet.

Selain itu, bentuk hukum penetapan PPHN juga sebaiknya tidak diatur dalam konstitusi. Sebab, PPHN adalah produk kebijakan yang berlaku periodik dan disusun berdasarkan dinamika kehidupan masyarakat.

"Mekanisme perubahan terhadap ketetapan MPR tentunya akan lebih mudah dilakukan, dibandingkan jika PPHN diatur dalam konstitusi," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.

Bamsoet mengatakan, PPHN itu bersifat direktif dan tidak normatif seperti halnya konstitusi. Maka, tentunya materi PPHN tidak mungkin dirumuskan dalam satu pasal atau ayat dalam konstitusi.

"Haluan negara mengandung prinsip-prinsip direktif. Nilai-nilai filosofis Pancasila bersifat abstrak, pasal-pasal konstitusi juga kebanyakan mengandung norma-norma besar yang tidak memberikan arahan bagaimana cara pelembagaan dan pelaksanaannya," ujar Bamsoet.

Gagasan untuk menghadirkan PPHN dan menuangkannya dalam ketetapan MPR tentu berimplikasi pada pemaknaan kelembagaan MPR. Pasalnya, ketetapan MPR sebagai bentuk hukum PPHN memiliki konsekuensi untuk menghadirkan kewenangan MPR untuk membentuk haluan negara.

"Di mana konstruksi hukum yang dibangun adalah melalui amandemen terbatas terhadap konstitusi. Dalam konsepsi ini, amandemen terbatas ini setidaknya berkaitan erat dengan dua pasal dalam konstitusi," ujar Bamsoet. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement