Abraham Samad mengatakan, pegawai KPK yang dipecat pimpinan merupakan pejuang antikorupsi. Menurutnya, mereka adalah orang-orang yang mendedikasikan diri untuk pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu.
Dia mengaku sedih karena agenda pemberantasan korupsi setelah ditinggal oleh 57 pegawai itu akan berhenti di tengah jalan. Meskipun, dia meyakini bahwa puluhan pegawai itu akan terus berjuang dan konsisten mengentaskan korupsi meski bukan di KPK lagi. "Teman-teman pejuang pemberantasan korupsi bukanlah pencari kerja yang seenaknya saja disalurkan ke BUMN-BUMN," katanya.
Samad mengaku masih berharap dan menagih janji Presiden Joko Widodo untuk mengambil alih kewenangan dan mengangkat kembali harkat martabat pegawai yang telah diberhentikan tersebut. Dia mengatakan, karena pemecatan ataupun pemberhentian terhadap teman teman ini melanggar hukum. "Oleh karena itu kami bukan pengemis untuk meminta ke 57 orang ini disalurkan jadi ASN di tempat lain tapi kami tetap konsisten meminta bahwa teman-teman ini dikembalikan ke posisi semulanya," katanya.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mengatakan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak boleh dilanggar terkait penarikan pegawai KPK yang dipecat menjadi ASN Polri. "Bagaimana (tentang) undang-undangnya, bagaimana aturannya, dan UU tentang ASN tidak bisa dilanggar. Tentu perlu cek detail dimana nanti tim BKN (Badan Kepegawaian Negara) dan Polri mendalaminya," kata Tjahjo dalam pesan singkatnya kepada wartawan, Kamis.
Terkait formasi yang akan dibuka untuk pegawai nonaktif KPK tersebut, Tjahjo mengatakan hal itu menjadi kewenangan Kepala Polri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. "Formasi dan lain-lain itu kan kewenangan Kapolriyang merekrut," tambahnya.
Kapolri telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo terkait rencana penarikan pegawai KPK tersebut ke Polri untuk memenuhi kebutuhan di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Presiden, menurut Listyo, telah memberikan restu untuk perekrutan pegawai nonaktif KPK tersebut ke lingkungan Polri.
"Tanggal 27 (September), kami mendapatkan surat jawaban dari Pak Presiden melalui Mensesneg secara tertulis. Prinsipnya, beliau setuju pegawai KPK tersebut untuk menjadi ASN Polri," kata Listyo di Papua, Selasa (28/9).
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dikutip dari akun Twitter miliknya mengatakan kebijakan Presiden Joko Widodo menyetujui permohonan Kapolri tersebut benar. "Langkah KPK yang melakukan TWK menurut MA dan MK tidak salah secara hukum. Tapi kebijakan Presiden yang menyetujui permohonan Kapolri untuk menjadikan mereka sebagai ASN juga benar," kata Mahfud.
Dasar persetujuan Presiden tersebut, menurut Mahfud, adalah Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). "Presiden berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian PNS. Selain itu, Presiden dapat mendelegasikan hal itu kepada Polri sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU Nomor 30 Tahun 2014," ujar Mahfud.
KPK resmi memecat 57 pegawai yang dinilai TMS berdasarkan TWK. Pemberhentian tersebut berlaku efektif per 1 Oktober 2021.
TWK yang merupakan proses alih pegawai KPK menjadi ASN kemudian menjadi polemik. Ombudsman telah menemukan banyak kecacatan administrasi serta didapati sejumlah pelanggaran HAM oleh Komnas HAM.
