REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI, Alifudin meminta pemerintah membuat kebijakan yang pro terhadap petani kratom. Dia mengungkapkan bahwa aspirasi salah satu petani Kabupaten Kapuas Hulu yang merasa resah dengan pelarangan penanaman kratom.
"Puluhan juta pohon kratom sudah ada di Kalimantan barat sejak dahulu kala, kalau dilarang dan ditebang, bisa jadi cap dari UNESCO terhadap daerah Hutan Betung Karibun dan Danau Sentarum Kalimantan Barat tidak lagi menjadi paru-paru dunia," kata Alifudin dalam keterangan, Rabu (29/9).
Dia mengatakan, masyarakat petani kratom pun meminta DPR RI agar mendukung penyikapan legalitas tanaman Kratom. Dia melanjutkan, pandemi Covid-19 saat ini telah mempersulit perekonomian masyarakat.
Dia mengatakan jika kratom dilarang maka masyarakat petani kratom juga akan menambah data pengangguran di Indonesia. Ungkapnya, hal ini mengingat mayoritas masyarakat di Kapuas Hulu adalah petani Kratom.
Alif meminta BPOM untuk membina para petani kratom agar mau melakukan serangkaian uji klinis. Dia melanjutkan, hal itu guna memastikan bahwa kratom menjadi bahan baku obat.
Petani Kratom, Ar Rani berharap anggota DPR RI bisa memperjuangkan tanaman kratom. Dia mengatakan, karena tumbuhan kratom ini merupakan tanaman endemik di hutan liar Kalimantan barat, dan merupakan tanaman herbal yang sudah ada sejak dahulu kala.
Dia menambahkan, kratom merupakan tumbuhan endemic dan tumbuhan liar. Maka, sambung dia, tanaman ini bisa menahan erosi di sungai, karena memang biasa tumbuh di tepi sungai.
"Kami berharap ini bisa menjadi tanaman obat ke depan nanti karena melihat negara luar seperti, Malaysia, Thailand dan lain-lain akan melegalkan menjadi tanaman obat di negaranya," katanya.
Sebelumnya, Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan tanaman kratom termasuk jenis 1 narkotika. Sementara itu, dalam Permenkes nomor 4 Tahun 2021, kratom tidak masuk dalam golongan narkotika.