Kamis 30 Sep 2021 14:31 WIB

Kepala BPIP: Bung Karno Teladani Politik Lapangan Rasulullah

Bung Karno mempersatukan 54 kerajaan Tanah Air dalam waktu 59 detik tanpa "darah"

Rep: Mimi Kartika/ Red: Gita Amanda
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Drs KH Yudian Wahyudi MA PhD.
Foto: BPIP
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Drs KH Yudian Wahyudi MA PhD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi mengatakan, Presiden pertama Indonesia Soekarno ialah orang yang paling berhasil meneladani politik lapangan Rasulullah SAW. Menurut dia, Bung Karno berhasil mencapai kemerdekaan Indonesia tanpa darah seperti peristiwa Fathu Makkah.

“Bung Karno itu adalah umat Islam yang paling berhasil meneladani politik lapangan Rasulullah, Nabi Muhammad Fathu Makkah itu revolusi pertama tidak berdarah di dalam sejarah. Bung Karno memimpin bangsa Indonesia ini proklamasi tidak berdarah,” ujar Yudian dalam acara Peringatan 61 Tahun Pidato Bung Karno secara daring, Kamis (30/9).

Yudian melanjutkan, proklamasi kemerdekaan Indonesia itu ternyata membebaskan dan mempersatukan 54 negara atau 54 kerajaan di Tanah Air dalam waktu 59 detik. Di samping itu, Bung Karno juga mewujudkan teori politik majemuk atau plural piagam Madinah menjadi ‘Pancasila’.

“Dan ini peristiwa tidak pernah terjadi di dalam sejarah kecuali di tangan Bung Karno, Bung Hatta, dan bangsa Indonesia. Itu lah saya katakan Bung Karno ini adalah umat Islam yang paling berhasil meneladani politik lapangan, revolusi tidak berdarah, terus mewujudkan piagam Madinah itu,” kata Yudian.

Dia pun membandingkan Bung Karno dengan sejumlah pemimpin negara di dunia. Dia menyebutkan Presiden pertama Republik Mesir Gamal Abdul Nasser hanya melawan negara sendiri, Amerika Serikat dan Rusia pun hanya melawan induknya, termasuk Uni Soviet.

Menurut Yudian, para raja-raja atau sultan-sultan dari 54 kerajaan yang ada di Indonesia dengan ikhlas dan mudah menyerahkan kekuasaan mereka dengan segala konsekuensi konstitusional kepada sebuah negara yang baru sekadar nama. Saat itu namanya Negara Republik Indonesia.

“Tanpa kepiawaian Soekarno khususnya, saya kira mungkin nasib bangsa ini sangat lain,” kata Yudian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement