Rabu 29 Sep 2021 18:32 WIB

Menghapus Kemiskinan Ekstrem dengan Data By Name By Address

Pendataan by name by address diharap tepat sasaran tanggulangi kemiskinan ekstrem.

Warga beraktivitas di area pemukiman padat penduduk di kawasan Tanah Abang, Jakarta. Badan Pusat Statistik mencatat tingkat kemiskinan ekstrem Indonesia mencapai 4 persen atau sekitar 10,86 juta jiwa.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga beraktivitas di area pemukiman padat penduduk di kawasan Tanah Abang, Jakarta. Badan Pusat Statistik mencatat tingkat kemiskinan ekstrem Indonesia mencapai 4 persen atau sekitar 10,86 juta jiwa.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mimi Kartika, Fauziah Mursid

Badan Pusat Statistik mencatat tingkat kemiskinan ekstrem Indonesia mencapai 4 persen atau sekitar 10,86 juta jiwa. Sedang tingkat kemiskinan secara umum Indonesia berdasarkan data Maret 2021 adalah sejumlah 10,14 persen atau 27,54 juta jiwa. 

Baca Juga

Pemerintah memiliki target menghilangkan kemiskinan ekstrem pada akhir tahun 2024. Kemiskinan ekstrem yang dimaksud mengacu pada definisi Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu sebesar 1,9 US dolar AS PPP (purchasing power parity) per hari.

Untuk mencapai target, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian akan mendata rumah tangga sasaran kemiskinan ekstrem secara by name by address. Langkah itu sesuai arahan Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin untuk memastikan program penanggulangan kemiskinan ekstrem tepat sasaran.

“Karena kita harus masuk ke data by name by address, baik dengan cara top down maupun pendataan langsung ke lapangan,” ujar Tito ketika mendampingi Wapres melakukan kunjungan kerja di Bandung, Jawa Barat, Rabu (29/9). Menurut dia, dengan pendataan langsung ke lapangan, maka pendataan rumah tangga sasaran kemiskinan ekstrem benar-benar sesuai target. Sehingga, bantuan-bantuan yang menjadi bagian dari program penanggulangan kemiskinan ekstrem pun dapat disalurkan tepat sasaran.

Tito menjelaskan, setelah pendataan pihaknya akan melakukan evaluasi. Dari situ dapat dilihat daerah-daerah yang mengalami kemajuan maupun yang berhasil menekan angka kemiskinan ekstrem sampai ke titik nol atau tidak, dan sebaliknya.

Dia mengaku sudah mengusulkan kepada Wapres mengenai apresiasi atau penghargaan kepada daerah yang berhasil menekan angka kemiskinan esktrem. Penghargaan dapat berupa dana insentif yang biasa diberikan kepada daerah yang berprestasi.

“Mungkin diberikan reward untuk diberikan motivasi, di antaranya selain mungkin dari Bapak Presiden atau Bapak Wapres, tapi juga mungkin mengajukan dana insentif daerah,” kata Tito.

Tito berharap, adanya reward ini bisa memotivasi daerah yang wilayahnya masuk prioritas penanggulangan kemiskinan, bisa mengefektifkan program-program perlindungan sosial maupun pemberdayaan. Sehingga, jumlah penduduk miskin ekstrem bisa naik kelas.

Tito mengatakan, untuk menentukan daerah yang dianggap berhasil mengatasi kemiskinan ekstrem ini akan dilakukan evaluasi bulanan maupun di akhir tahun nanti. "Bapak wapres memerintahkan di akhir itu nanti kita evaluasi dan kemudian ada juga evaluasi bulanan. Kita melihat mana ini daerah daerah yang mengalami kemajuan-kemajuan nggak, berhasil menekan angka itu sampai ke nol, misalnya," ujarnya.

photo
Alasan Pemda DIY Sulit Capai Target Angka Kemiskinan - (republika.co.id)

Penduduk miskin ekstrem di 35 kabupaten di 7 provinsi yang jadi prioritas penanganan tahun 2021 yakni sebanyak 2,1 juta jiwa atau 899 ribu rumah tangga. Jumlah ini mewakili 20 persen jumlah penduduk miskin secara nasional atau berjumlah 10,4 juta jiwa.

 

"Dua juta itu harus kita garap dan keroyok ramai-ramai supaya mereka naik kelas, lebih baik, dari dua juta itu tersebar di tujuh provinsi tadi, 35 kabupaten, khusus di provinsi Jawa Barat itu ada lima kabupaten yang jadi target kita itu kita keroyok ramai-ramai, yaitu karawang, Indramayu, Cianjur, Kuningan dan Kabupaten Bandung," ujarnya.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement