Selasa 28 Sep 2021 17:38 WIB

Gatot dan Isu Tahunan PKI Vs Reaksi TNI

Letjen Dudung menilai isu TNI AD telah disusupi PKI adalah tudingan yang keji.

Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Rizky Suryarandika, Antara

Dalam diskusi bertajuk "TNI Vs PKI" yang digelar Ahad (26/9) malam, mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo menduga adanya penyusupan kembali pendukung PKI ke tubuh TNI. Indikasi itu dibuktikan dengan diputarkannya video pendek yang menggambarkan hilangnya sejumlah bukti-bukti penumpasan G30S/PKI di Museum Dharma Bhakti di Markas Kostrad.

Baca Juga

Diorama G30S/PKI yang hilang adalah momen ketika Mayjen Soeharto memerintahkan Komandan RPKAD Sarwo Edhie Wibowo menumpas PKI. Di diorama itu terlihat Mayjen Soeharto berdiri di hadapan Sarwo Edhie. Kemudian, di sebelahnya tampak Jenderal AH Nasution tengah duduk sambil memegang tongkat, dan mengangkat kakinya ke meja dengan diperban, usai ditembak personel Cakrabirawa.

"Mengapa saya sampaikan ini? Untuk mengingatkan bahwa indikasi seperti ini apabila dibiarkan maka peristiwa kelam tahun 65 bisa terjadi lagi. Betapa menyakitkan dan menyedihkan. Yang korban rakyat juga," ucap Gatot dalam diskusi itu.

Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) telah membantah menghilangkan sejumlah patung tokoh negara yang dipajang di Museum Darma Bhakti Kostrad. Kepala Penerangan Kostrad Kolonel Inf Haryantana dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin (28/9), menyatakan, Kostrad tidak pernah membongkar atau menghilangkan patung sejarah (penumpasan G30S/PKI) Museum Dharma Bhakti di Markas Kostrad.

"Tapi, pembongkaran patung-patung tersebut murni permintaan Letnan Jenderal TNI (Purn) Azmyn Yusri Nasution sebagai pembuat ide dan untuk ketenangan lahir dan batin," kata Haryantana.

Menurut Kol Haryantana, Kostrad tidak mempunyai ide untuk membongkar patung Presiden Kedua RI Soeharto, Letjen TNI Sarwo Edhie, dan Jenderal AH Nasution yang ada dalam ruang kerja Soeharto di Museum Dharma Bhakti, di Markas Kostrad. Ia menyebut ada permintaan sebelumnya dari Letnan Jenderal TNI Azmyn Yusri Nasution selaku pembuat patung-patung itu.

Azmyn, menurut Haryantana, meminta langsung kepada Pangkostrad Letjen TNI Dudung untuk dapat menyerahkan patung-patung tersebut kepadanya. "Patung itu yang membuat LetjenTNI (Purn) AY (Azmyn Yusri) Nasution saat beliau menjabat Pangkostrad, kemudian pada tanggal 30 Agustus 2021 Pak AY (Azmyn Yusri) Nasution meminta kepada Pangkostrad LetjenTNI Dudung Abdurrahman untuk diserahkan kembali pada LetjenTNI Purn AY (Azmyn Yusri) Nasution," ujarnya pula.

Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letnan Jenderal Dudung Abdurrachman juga angkat bicara mengenai pernyataan Gatot Nurmantyo yang menyebutkan bahwa Angkatan Darat (AD) sedang disusupi oleh PKI. Dudung pun membantah hal tersebut.

"Tidak benar tudingan bahwa karena patung diorama itu sudah tidak ada, diindikasikan AD telah disusupi oleh PKI. Itu tudingan yang keji terhadap kami," kata Dudung dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/9).

Dudung menyebut, patung-patung itu memang sebelumnya ada di dalam Museum Darma Bhakti Kostrad, Gambir, Jakarta Pusat. Namun, ia menjelaskan, patung itu hilang karena diminta kembali oleh pembuatnya, yakni Pangkostrad terdahulu (2011-2012), Letjen (Purn) Kostrad Letjen TNI.

"Saya hargai alasan pribadi Letjen TNI (Purn) AY Nasution, yang merasa berdosa membuat patung-patung tersebut menurut keyakinan agamanya. Jadi, saya tidak bisa menolak permintaan yang bersangkutan," jelas Dudung.

Dia pun menolak bila penarikan tiga patung itu kemudian disimpulkan oleh Gatot sebagai bentuk TNI melupakan peristiwa sejarah pemberontakan G30S/PKI tahun 1965. "Itu sama sekali tidak benar. Saya dan Letjen TNI (Purn) AY Nasution mempunyai komitmen yang sama tidak akan melupakan peristiwa terbunuhnya para jenderal senior TNI AD dan perwira pertama Kapten Piere Tendean dalam peristiwa itu," tutur dia.

Dudung lantas menilai, seharusnya Gatot selaku prajurit senior dapat melakukan klarifikasi terlebih dahulu kepada Kostrad maupun institusi terkait sebelum membeberkannya ke publik. Sebab, menurut dia, pernyataan Gatot tersebut dapat menimbulkan fitnah dan kegaduhan di tengah masyarakat Indonesia.

"Dalam Islam disebut tabayun agar tidak menimbulkan prasangka buruk yang membuat fitnah, dan menimbulkan kegaduhan terhadap umat dan bangsa," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement