Selasa 28 Sep 2021 05:19 WIB

Benny K Harman Yakin Mahkamah Agung Tolak Gugatan Yusril

Benny menilai, jika gugatan Yusril dikabulkan, MA malah melanggar hukum yang ada.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Erik Purnama Putra
Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Benny Kabur Harman.
Foto: Dok DPR
Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Benny Kabur Harman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah kubu Kepala Staf Presiden (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko yang menginstruksikan penasihat hukum Yusril Ihza Mahendra melakukan judicial review (JR) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) DPP Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA) menjadi perdebatan. Apakah MA bisa melakukan JR terhadap AD/ART partai politik atau tidak?

Wakil Ketua Umum DPP Demokrat Benny Kabur Harman menilai, MA bakal menolak JR AD/ART yang dimintakan Yusril tersebut. Pasalnya, partai politik, seperti Partai Demokrat bukan lembaga dan badan negara. "Parpol dalam sistem ketatanegaraan kita jelas terang benderang bukan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara," kata Benny dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (27/9).

Aapabila kenyataannya MA mengabulkan gugatan AD/ART yang diajukan Yusril, maka Benny menilai MA malah melanggar aturan hukum yang ada. "MA jelas melabrak aturan hukum yang selama ini berlaku karena menyamakan begitu saja AD/ART parpol dengan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan," ujar Benny.

Menurut Benny, langkah Yusril menggugat AD/ART Demokrat benar-benar menjadi teror di siang hari bolong untuk partai berlambang mercy tersebut. Dia melihat, mungkin saja untuk partai politik lainnya, narasinya terobosan hukum. Namun, di balik itu yang terasa adalah teror dengan menggunakan hukum sebagai alatnya.

"Bayangkan, empat orang eks ketua DPC yng ikut hadir di Konggres Partai Demokrat  V tahun 2020 yang lalu tiba-tiba sekarang tampil menjadi pemohon judicial review di MA dengan tuntutan tunggal, yakni perintahkan Menkumham cabut pengesahan AD/ART Partai Demokrat tahun 2020," jelas anggota Komisi III DPR tersebut.

Baca juga : Menag: Insentif Guru Madrasah Bukan PNS Segera Cair

Padahal, menurut Benny, dalam Peraturan MA Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil dengan tegas menyatakan, yang menjadi termohon dalam permohonan keberatan hak uji materiil adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan. "Dan parpol dalam sistem ketatanegaraan kita jelas terang benderang bukan badan atau pejabat tata usaha negara," kata Benny menekankan.

Kemudian, sesuai dengan Pasal 24A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang-Undang MA, dan Peraturan MA Nomor 01 Tahun 2011, kata Benny, MA hanya berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU yang bertentangan dengan peraturan yang hierarkinya lebih tinggi.

"Dan AD dan ART Parpol tidak tergolong dalam jenis peraturan perundang-undangan yang menjadi obyek pengujian di MA," ucap Benny.

Karena itu, ia menilai tidak ada dasar legal bagi yang bersangkutan untuk mengajukan gugatan ke MA. Benny menegaskan, pihak yang kalah voting dalam pengambilan keputusan, termasuk tentang perubahan AD/ART Demokrat di kongres, tidak punya legal standing apa pun.

"Maka pengujian AD dan ART Partai Demokrat yang diajukan eks empat ketua DPC PD, jika diterima MA tentu akan menjadi preseden buruk untuk kehidupan kepartaian di Tanah Air," terang Benny.

Baca juga : Menkes Bantah PTM Picu Klaster Covid-19

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement