Senin 27 Sep 2021 07:31 WIB

Islam Politik di 2024

Anies Baswedan menjadi kandidat presiden yang cukup serius untuk 2024

Demokrasi: politik atau agama
Foto:

Oleh : Zulfan Tadjoeddin, Associate Professor in Development Studies, Western Sydney University, Australia

Sebagai sebuah partai politik, PKS sangat solid. Partai ini memiliki ideologi yang jelas, Islamis-transnasionalis. Punya sistem kaderisasi yang sangat baik dan berhasil mencetak kader-kader yang militan. Tetapi, selama lebih dari dua dekade, mereka belum berhasil melahirkan tokoh yang bisa dijual di tingkat nasional.

PKS tidak memiliki sosok dengan elektabilitas memadai yang prospektif diusung sebagai calon presiden atau wakil presiden. Di sinilah kita harus menempatkan posisi Anies Baswedan yang sangat paham peluang politik yang tersedia dihadapannya.

Anies adalah pilihan terbaik bagi PKS dan Islam politik. Anies seorang Muslim berdarah Arab. Lahir dan besar di Yogyakarta dalam kultur Jawa yang kental. Dia sangat menguasai panggung, pandai beretorika serta fasih dalam melafalkan shalawat nabi dan mengutip penggalan ayat Quran.   

Jika Anies berhasil mendapatkan tiket di 2024 dengan dukungan PKS, maka ini adalah puncak keberhasilan Islam politik di pentas nasional sejak republik berdiri. Betul bahwa Gus Dur pernah jadi presiden, tetapi dia terpilih bukan atas dasar platform Islamis. Bahkan, Gus Dur berpaham sangat nasionalis dan pluralis.    

oOo

Hulu dari Islam politik adalah tujuh kata yang dihapus dari Piagam Jakarta tentang penerapan syariat Islam bagi pemeluknya. The founding fathers menyetujui penghapusan tujuh kata dengan dilandasi oleh visi kebangsaan yang sangat dalam dan pandangan jauh ke depan. Tetapi tidak semua elemen setuju. 

Di sinilah asal muasal dari pemberontakan Darul Islam (DI) di tahun 1950-an yang ingin mendirikan negara Islam di nusantara. Sehingga dalam literatur perang sipil (civil war), DI dikategorikan sebagai perang revolusioner (revolutionary civil war), bukan masuk kategori perang pemisahan diri (secessionist civil war). Pemberontakan DI berhasil ditumpas oleh Soekarno, ayah dari Megawati.

Baca juga : Kompolnas: Bareskrim Usut Penyerangan Terhadap Tokoh Agama

Di zaman Orde Baru (Orba), pada awalnya Soeharto meminggirkan Islam. Kemudian di akhir tahun 1980-an, dia mulai merangkul Islam sebagai kekuatan penyeimbang terhadap ABRI/TNI. Jatuhnya Soeharto dan tumbangnya Orba tahun 1998 membuka kesempatan bagi Islam politik. Tetapi masa awal transisi demokrasi, Islam politik lebih menjadi alat, seperti kasus pembentukan Pam Swakarsa yang menjadi cikal bakal Front Pembela Islam (FPI) -- yang saat ini sudah dilarang. 

Partai Keadilan (PK) yang mendapat 1,3% suara di Pemilu 1999 kemudian bersalin nama menjadi PKS. Partai ini dengan benderang membawa paham Islamis-transnasionalis dan terus membesar hingga saat ini. Tetapi, dalam bukunya Islamic Populism yang terbit tahun 2015, Vedi Hadiz berargumen bahwa Islam politik selalu mengalami kegagalan yang beruntun (countinual failure) sepanjang sejarah republik. 

oOo

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement