Jumat 17 Sep 2021 19:43 WIB

Bencana Isu Presiden Tiga Periode

Wacana presiden tiga periode mencederai demokrasi dan menyakiti hati rakyat.

Wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode menimbulkan polemik.
Foto:

Oleh : Neni Nur Hayati, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Presiden Tegas  

Elite politik yang terus menyuarakan perpanjangan presiden tiga periode bukan hanya mencederai demokrasi tetapi juga menyakiti hati rakyat dan menimbulkan keresahan publik. Isu ini jika terus digulirkan, hanya akan menjadi bola liar yang tiada henti. Semua seolah dibiarkan begitu saja tanpa ada solusi dan tindakan konkrit yang dilakukan pemerintah.

Sebab, tidak ada jaminan bahwa apa yang disampaikan MPR menyangkut amandemen undang-undang terbatas, semata-mata hanya ingin mengakomodir Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan tidak menyusupkan agenda lain seperti perpanjangan masa jabatan presiden. Agar isu ini tidak terus menerus menjadi konsumsi publik, maka Presiden harus segera mengambil tindakan tegas dan menyampaikan secara terbuka kepada publik.

Komunikasi publik dengan satu saluran komunikasi yang efektif akan mampu meminimalisir berbagai disinformas yang terjadi dan menciptakan komunikasi yang sehat antara pemimpin, wakil rakyat dan rakyat. Banyaknya informasi yang berseliweran terjadi akibat tidak adanya komunikasi jalan tengah yang dibangun.

Presiden harus memiliki kemampuan untuk mendengarkan suara rakyat dengan menghadirkan ruang melalui jalan dialog, yakni komunikasi. Berbagai penelitian menunjukkan ketidakmampuan mendengarkan dan berkomunikasi dengan baik akan berisiko, berbahaya dan menimbulkan akibat yang fatal. Dalam beberapa kasus, pemimpin yang gagal berkomunikasi dengan rakyat harus turun tahta seperti yang dialami Hitler, Idi Amin, Syah Iran Reza Pahlevi, Ferdinand Marcos dan Soeharto.

Sebaliknya, pemimpin politik yang sukses dan dikenang banyak orang ditandai dengan kepiawaian dalam berkomunikasi seperti Bill Clinton, George Wasington Margaret Thatcher dan Mahathir Mohammad berakhir dengan mengesankan. Semoga Pak Jokowi mampu menjadi pemimpin yang mendengarkan suara rakyat dengan sungguh-sungguh dan tulus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement