Selasa 14 Sep 2021 17:45 WIB

Perludem Nilai Pemilih Perempuan Loyal Secara Politik 

Mayoritas pengguna hak pilih pada Pemilu 2019 adalah pemilih perempuan.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ratna Puspita
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini
Foto: Republika/Mimi Kartika
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, pemilih perempuan lebih loyal dibandingkan laki-laki. Menurutnya, hal ini tercermin dari mayoritas pengguna hak pilih pada Pemilu 2019 adalah pemilih perempuan. 

"Sebagai pemilih perempuan itu lebih loyal daripada pemilih laki-laki," ujar Titi dalam webinar pada Sabtu (14/9). 

Baca Juga

Titi mengatakan, pada Pemilu 2019 lalu terdapat 100.220.170 pemilih perempuan atau 50,11 persen dari total pemilih di seluruh Indonesia. Kemudian, perempuan yang menggunakan hak pilihnya mencapai 51,17 persen atau 80.849.808 dari jumlah pengguna hak pilih sebanyak 158.012.499. 

Menurut dia, beberapa faktor seperti politik, sosial, budaya, dan latar belakang pekerjaan turut mempengaruhi hal ini. Sedangkan, kebanyakan perempuan di Tanah Air lebih banyak berada di rumah sehingga memungkinkan pergi ke tempat pemungutan suara (TPS) pada hari pencoblosan. 

Titi menjelaskan, data tersebut memperlihatkan bahwa pemilih perempuan itu loyal secara politik. Hal ini bisa menjadi modalitas para calon presiden dan wakil presiden menarik pemilih pada pesta demokrasi. 

Mengingat loyalitas pemilih perempuan, partai politik dan calon-calon potensial penting untuk mengelola basis pemilih perempuan dengan serius sejak jauh-jauh hari. Penting juga agar mereka menghindari kontroversi.

Titi menuturkan, selama ini perempuan masih diposisikan sebagai sekadar sumber suara atau objek dan belum menjadi subjek. Padahal, perempuan semestinya terlibat dan dilibatkan bukan hanya secara simbolik, melainkan juga substantif. 

Pasangan calon diharapkan mampu membawa isu dan penyelesaian masalah perempuan dalam visi, misi, dan program. Titi berharap, perempuan dihadirkan dalam struktur inti pemenangan. 

"Karena tidak bisa perempuan itu hanya diwakili pemikirannya oleh laki-laki, tetapi pemikirannya juga harus dihadirkan oleh perempuan secara langsung. Misalnya bagaimana menjawab persoalan angka kematian ibu dan bayi," jelas Titi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement