Selasa 14 Sep 2021 11:47 WIB

Pedagang Mie dan Bakso Semarang Gagas Cegah Covid-19

Gagasan Pedagang Mi dan Bakso Cegah Penularan Covid-19 Diapresiasi

Rep: bowo pribadi / Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Muhammad Subarkah
Pedagang bakso termasuk kelompok rentan trepanar Covid-19. (ilustras)
Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
Pedagang bakso termasuk kelompok rentan trepanar Covid-19. (ilustras)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pandemi Covid-19 benar-benar memukul kemampuan ekonomi rakyat. Mereka terus berupaya keras menghadapi situasi ini meski dengan kondisi penuh keterbatasan.

Menyadari hal itu, para pedagang mie dan bakso di Semarang melakukan upara yang patut dicaungi jempol. Mereja menggagas  upaya memproteksi sekaligus untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19. Mereka tak ingin usaha sandaran hidupnya ikut mati.

 

Di Kota Semarang, para pedagang mi dan bakso -- yang tergabung dalam Paguyuban Pedagang Mi dan Bakso (Papmiso) Indonesia-- menggelar vaksinasi massal untuk anggotanya.

 

"Semarang ini merupakan kota ke-10 setelah sebelumnya kami mulai dari Jawa Barat dan Banten," ungkap Sekjen Papmiso Indonesia, Bambang Haryanto, di sela kegiatan vaksinasi para pedagang mi dan bakso di Jawa Tengah, yang digelar di Hotel Tentrem, Semarang, Selasa (14/9).

 

Bambang mengungkapkan, vaksinasi Covid-19 untuk pedagang mi dan bakso di Jawa Tengah ini bakal berlangsung dua hari, dengan sasaran 3.000 pedagang mi dan bakso termasuk juga keluarga berikut para karyawannya.

 

Baca juga : Puluhan Ribu Peserta Ikuti Seleksi Kompetensi Dasar CPNS

 

Vaksinasi Covid-19 merupakan ikhtiar untuk melindungi para pedagang mie dan bakso dari risiko yang lebih besar penularan Covid-19, agar  perekonomian mereka yang terpuruk akibat pandemi bisa segera bangkit.

 

Terlebih para pedagang mi dan bakso masuk kategori kelompok rentan terhadap penularan. Maka vaksinasi kali ini juga dimaksudkan untuk menggerakkan ekonomi kerakyatan yang hari ini belum dilakukan oleh Pemerintah.

 

"Makanya kami melalui asosiasi, mendorong supaya teman- teman pedagang mi dan bakso divaksin Covid-19 terlebih dahulu, agar mereka bisa menggerakkan roda perekonomian dengan nyaman untuk bangkit kembali," tegas Bambang.

 

Ia juga mengungkapkan, terkait dengan pelaksanaan vaksinasi ini, tak lepas dari keinginan Papmiso untuk mendisiplinkan anggotanya untuk berpartisipasi dalam mengurangi risiko penularan Covid-19.

 

Dengan begitu para pedagang mi dan bakso bisa beraktivitas kembali dengan nyaman. Karena vaksinasi akan semakin memberikan keamanan bagi para pedagang maupun para konsumennya.

 

Maka ia juga menyampaikan,  para pedagang mi dan bakso yang sudah divaksin akan diberikan tanda berupa stiker khusus, sebagai syarat untuk bisa berjualan kembali. 

 

Nantinya stiker itu akan menjadi syarat untuk boleh memulai berjualan kembali selain kewajiban lainya, berupa penerapan protokol kesehatan (prokes) yang ketat, "Kalau dia melanggar prokes ya nanti bakal kita tarik stikernya,” tandas Bambang.

 

Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang meninjau pelaksanaan vaksinasi juga sepakat dengan gagasan pedagang mie dan bakso diperbolehkan berjualan dengan stiker dan syarat sudah divaksin tersebut. 

 

Baca juga : Luhut Imbau Masyarakat Tetap Disiplin Prokes

 

Dengan cara itu, maka perekonomian akan bisa berjalan serta para pedagang mi dan bakso juga dapat terproteksi. "Loh ini inisiatif yang baik dari Papmiso dan menurut saya harus diapresiasi," ungkapnya.

 

Saat melakukan peninjauan, gubernur memang coba menggali dan  menanyakan beberapa hal, terkait dengan ide atau usulan dari Papmiso terhadap kelangsungan ekonomi dari pedagang mi dan bakso.

 

“Ternyata idenya bagus, kasih stiker aja pak. Nanti kalau mereka melanggar, kami yang akan memberikan sanksi," kata Ganjar menirukan pernyataan pengurus Papmiso.

 

 Selain untuk mendisiplinkan para pedagang mi dan bakso juga bisa membantu pemerintah dalam mengedukasi masyarakat terkait prokes dan vaksin.

 

"Artinya mereka akan membantu Pemerintah dalam mengedukasi baik kepada sesama pedagangnya, karyawannya maupun pelanggan- pelanggannya,” lanjut Ganjar.

 

Dengan saling menjaga, maka ekonomi bisa bergerak. Tak hanya diindustri besar saja, namun juga ekonomi kerakyatan. Jika Mal bisa buka dengan menginstall aplikasi Peduli Lindungi, maka pedagang mi dan bakso bakal memulai dengan cara konvensional.

 

“Kalau Mal punya aplikasi Peduli Lindungi, warung bakso ?. Tetapi, mereka mau memulai meskipun dengan konsep dan cara konvensional terlebih dahulu," tegas Ganjar.

 

 

Masih ada yang anti vaksin

 

Pemerintah menargetkan sasaran vaksinasi Covid-19 sebanyak 206,8 juta dan ada dorongan bisa melakukan imunisasi seluruh penduduk. Kendati demikian, Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Laura Navika Yamani menyatakan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 terkendala kelompok minoritas, termasuk anti vaksin.

 

"Tentu harapan kita, semua masyarakat Indonesia bisa divaksin, tetapi itu tak mungkin bisa. Kendala program vaksinasi dialami banyak negara, tidak hanya Indonesia," ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (13/9).

 

Ia menyebutkan, banyak faktor penghambat yang terjadi saat vaksinasi, termasuk agama, kepercayaan, sosial, kesehatan. Ia menyontohkan, imunisasi dasar lengkap yang diberikan pada balita dan anak juga mengalami kendala yang sama. Faktanya banyak orang tua yang tidak mau anaknya mendapatkan vaksin karena kelompok antivaksin ada di mana-mana.  

 

"Sama seperti program ini (vaksin Covid-19) yang mengalami penolakan masyarakat atau anti vaksin," katanya.

 

Selain itu, ia menyebutkan ada kelompok masyarakat yang kondisi kesehatannya tidak memungkinkan untuk mendapatkan vaksin Covid-19 misalnya autoimun, kemudian harus konsumsi obat kortikosteroid yang menekan imun, jadi kalau mendapatkan vaksin tidak akan berdampak.

 

Sehingga, dia melanjutkan, kelompok minoritas yang tidak bisa mendapatkan vaksin inilah termasuk antivaksin dan alasan kesehatan bisa diselamatkan oleh kelompok yang telah divaksin sebanyak 70 persen populasi. 

 

"Harapannya kan merata di seluruh wilayah Indonesia, mereka sebagai benteng dan kelompok minoritas ini terlindungi. Itulah konsep kekebalan komunitas (herd immunity), jadi memang tidak 100 persen orang harus divaksin," katanya.

 

Ia menambahkan, herd immunity Covid-19 di Indonesia bisa dicapai jika 70 persen penduduk telah divaksin dosis lengkap.

 

Sebelumnya, Ahli Virologi Universitas Udayana Bali Gusti Ngurah Kade Mahardika mengusulkan pemerintah harus merevisi kembali target vaksinasi yang tadinya 70 persen, kalau bisa sekarang diatas 90 persen atau bahkan bisa 100 persen. 

 

"Sebab, nampaknya vaksin tidak terlalu menekan transmisi komunitas," ujarnya saat dihubungi Republika.

 

Menurutnya, ini penting dilakukan karena tren perkembangan terakhir kasus Covid-19 di Eropa seperti Inggris dan Jerman ternyata kembali naik. Padahal, dia melanjutkan, target vaksinasi di negara-megara tersebut sudah mencapai 60 atau 70 persen, tetapi kasus Covid-19 kembali melonjak meski kematiannya tidak menjadi tinggi.

 

Artinya, dia menjelaskan, vaksinasi hanya mampu menekan risiko kematian tetapi tidak mampu mencegah transmisi komunitas. Padahal, awalnya vaksin diharapkan bisa melindungi transmisi di lingkungan komunitas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement