Jumat 10 Sep 2021 13:39 WIB

TPDI Sebut Kasus Azis dan Lili Bukti Mafia Peradilan di KPK

Pada kasus mereka terdapat unsur permufakatan jahat merintangi penyidikan di KPK.

Rep: Amri Amrullah / Red: Agus Yulianto
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar berada dalam Mobil usai Sidang Etik di Jakarta, Senin (30/8/2021). Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar karena penyalahgunaan jabatan berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.
Foto: Antara/Reno Esnir
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar berada dalam Mobil usai Sidang Etik di Jakarta, Senin (30/8/2021). Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar karena penyalahgunaan jabatan berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dugaan keterlibatan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam perkara suap Wali Kota Tanjung Balai, M Syahrial dan eks penyidik KPK Robin Pattuju menunjukkan adanya indikasi permainan mafia peradilan di badan antirasuah itu. Hal ini terlihat dari konstruksi perkara Syahrial dan Robin, serta putusan Dewan Pengawas (Dewas) KPK terhadap Lili.

Menurut Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, kasus Syahrial dan Robin yang menyeret nama Azis Syamsuddin serta Lili terdapat unsur permufakatan jahat untuk merintangi penyidikan di KPK. Bahkan menunjukkan Azis memiliki pion pada level penyidik yaitu Robin.

"Terlihat betapa Azis Syamsuddin menguasai beberapa oknum di KPK, sehingga Azis dengan mudah melakukan permufakatan jahat dengan Robin Pattuju dan M Syahrial serta Lili Pintauli untuk menghalangi penyidikan beberapa kasus korupsi di KPK," ungkap Petrus.

Namun demikian, Petrus melihat, KPK tidak fokus pada unsur permufakatan jahat praktik mafia hukum ini. Sebab, Azis serta Lili tidak ditindak tegas meskipun dalam konstruksi kasus suap Robin dan putusan Dewas KPK atas Lili menunjukkan praktik mafia peradilan yang harus diamputasi dari badan yang dikomandoi Firli Bahuri cs. ini.

Dia meyakini, Azis Syamsuddin memiliki peran sentral dalam kasus suap penyidik KPK ini. Sebab, Azis memfasilitasi pertemuan Syahrial dengan Robin sehingga terjadi suap pengurusan perkara namun statusnya masih sebatas saksi.

"Diduga telah terjadi permufakatan jahat untuk korupsi, suap, merintangi penyidikan kasus di KPK, dalam pertemuan itu. Bahkan terjadi tindak pidana secara berbarengan (samenloop)," ungkap Petrus.

Baca juga : Siapa Kandidiat Panglima TNI dan Kepala BIN? Ini Kata Pakar

Petrus menyebut, sejatinya Syahrial dan Robin patut dijerat dengan pasal berlapis yaitu permufakatan jahat (Pasal 15 UU Tipikor), memberi/menerima suap (Pasal 5-14 UU Tipikor) dan bertemu pihak yang berperkara (Pasal 36 UU KPK Jo Pasal 55 KUHP). Namun dalam konstruksi kasus Syahrial dan Robin, KPK hanya mendakwa keduanya hanya dijerat dengan pasal suap.

"Ini suatu malapetaka bagi KPK di masa yang akan datang, karena terkesan melindungi pelaku korupsi," ujarnya.

Petrus juga turut menyinggung lemahnya sanksi etik dari Dewas KPK terhadap Lili yang terindikasi berkoordinasi dengan pihak yang berperkara. Sejatinya Lili dapat dicurigai sebagai klik Azis dan Robin yang harus diberi sanksi tegas pemecatan.

"Dewas KPK hanya tegas terhadap Robin Pattuju yaitu memberhentikan dengan tidak hormat dari status pegawai KPK, tetapi Dewas KPK bersikap sangat lunak ketika menindak Lili Pintauli," kata Petrus.

Dia menilai, KPK harus menunjukkan konsistensinya dalam memberantas perkara korupsi secara tuntas. Tidak gagap untuk menjerat pejabat negara termasuk unsur pimpinan di badannya sendiri.

Adanya indikasi Azis dan Lili terlibat dalam tiga perkara sekaligus dalam dugaan pasal berlapis seharusnya KPK tidak ragu untuk menersangkakan keduanya. Bahkan mempertimbangkan faktor krisis ekonomi dan pandemi Covid-19 yang terjadi ketika kasus suap Robin terungkap.

Menurut dia, jika saja KPK sudah menemukan bukti-bukti keterlibatan Azis Syamsuddin untuk tiga perkara dengan sangkaan pasal berlapis, maka jaksa KPK juga harus mempertimbangkan faktor di mana dugaan tindak pidana yang disangkakan terjadi. Apalagi, pada saat negara sedang menghadapi krisis ekonomi akibat bencana Covid-19.

"Oleh karena itu sekiranya sangkaan KPK terbukti, maka JPU harus menuntut mereka dengan pasal pidana mati," tegasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement