REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Rizky Suryarandika, Dadang Kurnia
Operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK terhadap Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dkk belum lama ini berlanjut pada pengungkapan bahwa, selama ini Puput memerlukan persetujuan dari mantan bupati Probolinggo, Hasan Aminuddin dalam sejumlah keputusan strategis. Termasuk jika Puput ingin melakukan pengangkatan jabatan di Kabupaten Probolinggo, harus melalui persetujuan Hasan.
"Semua keputusan yang akan diambil bupati harus dengan persetujuan suami bupati, termasuk pengangkatan pejabat harus lewat suaminya dan suaminya membubuhkan paraf dulu," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Jakarta, Selasa (7/9).
Firli menilai, bahwa tindakan tersebut tentu tidak dapat dibenarkan meski Hasan sempat menjabat bupati Probolinggo dua periode. Dia melanjutkan, apa yang dilakukan oleh suami Puput tersebut memperburuk kualitas kerja pejabat di Probolinggo.
"Kalau ini terus terjadi, sulit rasanya masyarakat menerima pelayanan yang mudah, murah dan berkualitas terbaik," katanya.
Firli mengaku prihatin dengan adanya suap lelang jabatan hingga ke tingkat kepala desa (kades). Mantan deputi penindakan KPK menilai tidak menutup kemungkinan suap dilakukan bukan hanya jabatan kepala desa tetapi hingga ke camat, kepala sekolah, kepala dinas dan jabatan publik lainnya.
Pada Rabu (8/9), KPK memeriksa lima tersangka terkait kasus Puput. Kelima tersangka itu merupakan calon kades yang memberikan suap kepada Puput selaku bupati.
Menurut Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, penyidik memperjelas keterlibatan dan peran suami bupati, Hasan Aminudin (HA) dalam perkara suap tersebut lewat pemeriksaan terhadap lima tersangka.
"Para saksi dikonfirmasi terkait dengan tahapan pengusulan nama untuk bisa menjadi pejabat kepala desa dan dugaan adanya pemberian uang untuk mendapatkan persetujuan dari tersangka PTS melalui tersangka HA," kata Ali Fikri di Jakarta, Kamis (9/9).
Adapun, kelima tersangka yang diminta kesaksiannya adalah Mawardi, Ali Wafa, Mashudi, Mohammad Bambang dan Jaelani. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Perkara bermula saat akan dilakukan pemilihan kades serentak tahap II di Kabupaten Probolinggo. Terdapat 252 kades dari 24 Kecamatan di Kabupaten Probolinggo yang selesai menjabat.
Untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut maka akan diisi oleh penjabat kades yang berasal dari para ASN di Kabupaten Probolinggo. Pengusulan nama-nama kades tersebut dilakukan melalui Camat.
Pemilihan itu memiliki syarat khusus , di mana usulan nama para pejabat kades harus mendapatkan persetujuan Hasan Aminuddin dalam bentuk paraf pada nota dinas pengusulan nama. Para calon pejabat kades kemudian diwajibkan memberikan dan menyetorkan sejumlah uang.
Hasan Aminuddin kemudian meminta agar calon kepala desa tidak datang menemui dirinya secara perseorangan akan tetapi dikoordinir melalui camat. Selanjutnya, 12 pejabat kades menghadiri pertemuan yang diyakini telah ada kesepakatan untuk memberikan sejumlah uang kepada Puput melalui Hasan Aminuddin dengan perantara Doddy Kurniawan. Pertemuan itu berlangsung pada 27 Agustus 2021 lalu.
ASN yang hadir dalam pertemuan itu sepakat agar masing-masing menyiapkan uang Rp 20 juta. Sehingga terkumpul sejumlah Rp 240 juta. Sedangkan, Muhamad Ridwan diduga telah mengumpulkan uang dari para ASN hingga berjumlah Rp 112.500.000 untuk diserahkan kepada Puput melalui Hasan Aminudin
Selain kelima tersangka itu, KPK telah menahan Sumarto, Maliha, Masruhen, Abdul Wafi, Kho’im, Ahkmad Saifullah, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito dan Samsuddin. Mereka merupakan pemberi suap dalam perkara tersebut.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka penerima suap. Mereka adalah Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari; Anggota DPR RI sekaligus mantan Bupati Probolinggo, Hasan Aminuddin; Camat Krejengan, Doddy Kurniawan dan Camat Paiton, Muhamad Ridwan.
In Picture: KPK Tetapkan Bupati Probolinggo Menjadi Tersangka