REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pandemi Covid-19 menjadi salah satu pemicu munculnya masalah dalam keluarga. Jika tak diatasi, persoalan keluarga ini dapat berujung pada perceraian. Guru Besar Bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga IPB, Euis Sunarti, menyatakan pentingnya ketahanan keluarga saat pandemi Covid-19 dengan pembagian peran dan fungsi keluarga yang baik.
“Pastikan semua sendi-sendi kehidupan berjalan dan semua kebutuhan terpenuhi dengan baik. Pembagian peran dan fungsi antara suami istri tidak otomatis menjadikan salah satu pihak lebih mulia dibandingkan yang lain,” ujarnya dalam diskusi daring yang diselenggarakan Satgas Pananganan Covid-19 bersama Republika.co.id, Kamis (9/9).
Masalah pendapatan pada keluarga, lanjut Euis, juga dapat memberikan dampak pada kesehatan. Karena, jika pendapatan menurun maka kesehatan keluarga juga menurun. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, kerawanan pangan pada keluarga juga tidak dapat dihindari selama pandemi Covid-19. Tingginya kerawanan pangan tentunya akan berdampak pada status gizi keluarga khususnya balita.
Dikhawatirkan angka wasting ataupun stunting akan mengalami peningkatan selama pandemi. Berdasarkan data penelitian yang Euis miliki, sebanyak 47,3 persen keluarga menghemat pengeluaran untuk membeli bahan pangan. Penghematan tersebut menyebabkan sebanyak 73,1 persen keluarga beralih membeli bahan pangan yang memiliki harga lebih murah.
Ia memberikan beberapa tips dalam menguatkan ketahanan keluarga saat pandemi Covid-19 sebagai wahana berharga bagi keluarga. Di antaranya menyegarkan, memperbaharui, reorientasi nilai, tujuan, makna, dan ikatan keluarga. Hal terpenting lainnya, meningkatkan fungsi agama dan pribadi yang religius; ketaatan dan kepatuhan menjalankan ajaran agama. Meningkatkan komunikasi dan interaksi dalam keluarga, mendorong ekspresi saling peduli, menjaga, dan melindungi keluarga agar tidak terpapar Covid-19.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, tugas keluarga di masa pandemi adalah mampu melakukan revolusi mental. “Seperti yang biasanya hidup boros, tidak sederhana, atau merokok, harus diubah. Seperti negara saja yang melakukan reformasi dan revolusi mental, pandemi ini sangat cocok sekali mengubah perilaku dalam keluarga tersebut,” ujar dia.
Selain dominasi peran, masalah serius yang dirasakan keluarga adalah adanya keraguan para ibu hamil melakukan vaksinasi. Padahal, sosialisasi vaksinasi aman untuk ibu hamil sudah terus digaungkan. Menurutnya, hal ini perlu menjadi perhatian bersama mengingat angka kematian ibu dan bayi telah meningkat selama pandemi.
“Padahal dari literatur sudah jelas. Itu bisa kita kerjakan dan tidak masalah. Oleh karena itu saya kira sosialisasinya seperti ini (penting dilakukan). Bagi BKKBN, ini penting karena kematian ibu dan bayi meningkat selama pandemi,” kata dia.