Jumat 03 Sep 2021 11:32 WIB

Amendemen Konstitusi, PPHN: Ke Mana Konsistensi Pembangunan?

Amendemen dan angan-angan menjadi negara besar?

Undang-Undang Dasar 1945 dan amendemen (ilustrasi)

Angan-angan indah?

Kembali, hari-hari ini sering dikatakan Indonesia akan menjadi negara yang maju dan hebat pada tahun 2046. Sejumlah alasan dikemukakan mulai dari bonus demografi dan potensi sumberdaya, disebut akan menjadikan sebagai negara tujuh besar dunia dari segi PDB. Sebuah harapan besar dan angan-angan indah. Hanya sering dilupakan prasyarat pencapaian harus dilakukan, karena kejayaan tidak hadir dengan sendirinya. 

Keberhasilan melakukan transformasi, dibutuhkan konsistensi dan kesinambungan. Jepang dengan restorasi meiji membutuhkan waktu beberapa dekade untuk sampai pada kondisi negara maju. Kerberhasilan China juga berkat konsistensi dalam tranformasi ekonomi pedesaan sejak era Den Xio Ping dilanjutkan oleh penerusnya hingga mengantarkan China sebagai negara kuat dan besar seperti saat ini.

Di saat negara lain mencapai kemajuan, Indonesia justru masih berkutat dengan problem dasar pembangunan. Ironisnya, dua puluh tahun setelah reformasi dicanangkan, situasinya juga masih kurang lebih sama. Dihantam badai pandemi, ekonomi luluh lantak dan kembali meningkatkan angka kemiskinan, pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi ekstrim. Hutang negara semakin menggunung, sekedar untuk bisa bertahan dan lepas dari pandemi.  

Meski pahit, tidak ada pilihan lain kecuali harus merancang kembali harapan menjadi negara maju dan makmur, dua puluh lima tahun ke depan. Garis lurus kebijakan pembangunan harus dijaga oleh semua komponen bangsa agar sampai pada tujuanya. Jika dua puluh lima tahun lagi kita kembali gagal menghadirkan kemajuan dan kemakmuran, hanya akan memberikan kegelapan pada generasi penerus. Bukan tidak mungkin, pada saat itu kita tidak lagi punya kesempatan menata kehidupan kebangasaan karena kegagalan kita saat ini mendesain langkah dan kebijakan secara akurat dan tepat. Maka kehadiran PPHN harus dengan kerangka paradigmatik yang kuat, agar tidak hanya melahirkan problem ketatanegaraan lanjutan. 

Jangan sampai terulang kembali seperti amandemen lalu, yang justru melahirkan komplikasi sitem ketatanegaraan. Sistem parlemen hasil amandemen dengan dalih konteks Indonesia hanya melahirkan ketidakjelasan dan ketidakefektifan tupoksi MPR dan DPD, sehingga bertahun tahun muncul problematika ketatanegaraan yang menguras energi bangsa. Pilpres secara langsung dulu dianggap terbaik, hari ini sadar tidak menjamin kesinambungan program pembangunan. Maka kejernihan kontruksi berpikir dan keterbukaan proses mutlak diperlukan, apabila PPHN ingin dijadikan solusi 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement