Kamis 02 Sep 2021 19:27 WIB

Kasatgas KPK Nonaktif Harap Jokowi Cermat Pahami Polemik TWK

Kasatgas KPK nonaktif berharap Presiden mengambil sikap terkait polemik TWK.

Logo KPK
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Logo KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo diminta mencermati polemik yang timbul akibat tes wawasan kebangsaan (TWK). Hal tersebut menyusul pasifnya pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyikapi temuan Komnas HAM dan Ombudsman serta putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Presiden RI, Bapak Joko Widodo harus melihat hakekat persoalan ini secara jernih, mengapa pimpinan KPK menjadi ngotot dan seperti tidak terkendali untuk memecat anak buahnya sendiri, kan aneh?" kata Kasatgas Penyelidik KPK nonaktif, Harun Al Rasyid di Jakarta, Kamis (2/9).

Baca Juga

Harun meminta kearifan dan kebijaksanaan kepala negara dalam bertindak dan mengambil langkah dalam momentum dikeluarkannya putusan MK ini untuk mengambil alih dan menyelesaikan polemik yang terjadi. Menurutnya, Presiden Joko Widodo harus segera melantik ke 57 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos TWK.

Harun berpendapat bahwa langkah itu akan menggoreskan legacy positif dari masyarakat sipil dan penggerak anti korupsi di tanah air bagi presiden. Dia melanjutkan, sikap itu juga akan kembali menumbuhkan harapan dan semangaat publik akan pemberantasan korupsi di Nusantara.

"Publik akan melihat komitmen kuat Presiden terhadap pemberantasan korupsi ditanah air," katanya.

Harun mengingatkan presiden bahwa tes tersebut merupakan kreasi yang dijalankan dengan penuh intrik dan sarat dengan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan oleh lembaga-lembaga terkait.

"Syak dan wasangka yang selama ini hidup dan bersemayam di hati masyarakat bahwa Presiden kurang aktif dan kurang berpihak pada upaya pemberantasan korupsi dengan sendirinya akan terbantahkan," katanya.

Seperti diketahui, Komnas HAM menyimpulkan bahwa KPK telah melakukan pelanggaran HAM dalam proses asesmen TWK pegawai lembaga antirasuah tersebut. Komnas HAM menyebutkan bahwa ada 11 pelanggaran hak asasi yang dilakukan KPK.

TWK dinilai sebagai pelanggaran HAM karena telah melanggar dasar prinsip HAM, yakni perlakuan sama di depan hukum, non-diskriminasi, tidak merendahkan harkat dan martabat seseorang. Komnas HAM juga menilai bahwa TWK merupakan bentuk pengasingan terhadap para pegawai yang diberi label sebagai taliban.

Pelanggaran dalam pelaksanaan TWK sebelumnya juga sempat ditemukan oleh Ombudsman Republik Indonesia. Lembaga tersebut menemukan kecacatan administrasi dalam seluruh pelaksanaan peralihan status tersebut, termasuk penyisipan pasal dalam perkom nomor 1 tahun 2020 sebagai landasan TWK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement