Rabu 01 Sep 2021 22:37 WIB

Dugaan Pelecehan Seksual di KPI Terungkap Via Pesan Berantai

MS mengaku menjadi korban pelecehan seksual oleh sesama rekan kerjanya di KPI Pusat.

Ilustrasi Pelecehan Seksual. (Republika/Prayogi)
Foto:

Perundungan belum juga usai memasuki 2018. Ingin rasanya MS terus bersembunyi dari pelaku dengan meninggalkan kantor. Namun, ia kemudian menjadi korban fitnah.

Pada 2019, MS mengikuti saran Komnas HAM untuk melapor pada kepolisian tepatnya di Polsek Gambir. Tetapi kesialan kembali datang, ia yang kesakitan dan nyaris putus asa dan meminta bantuan polisi, justru diminta untuk berjuang sendiri.

"Lebih baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan," ujar MS menirukan saran petugas polisi.

"Pak Kapolri, bukankah korban tindak pidana berhak lapor dan Kepolisian wajib memprosesnya?" tanya MS.

Namun demikian, sebagai warga yang baik MS mengikuti saran petugas polisi Gambir itu. Ia mengadukan semua perlakuan pelecehan yang diterimanya di tempat kerja kepada internal kantor KPI.

"Saya ceritakan semua pelecehan dan penindasan yang saya alami. Pengaduan ini berbuah dengan dipindahkannya saya ke ruangan lain yang dianggap ditempati oleh orang-orang yang lembut dan tak kasar," ceritanya.

Sial, perundungan tetap berlanjut dan para pelaku tidak diproses sanksi sedikit pun. Tasnya di lempar keluar ruangan beserta bangkunya dan bertuliskan, "Bangku ini tidak ada orangnya".

"Saya makin stres dan frustrasi. Akhirnya berdasarkan saran keluarga, saya konsultasi ke psikolog di Puskesmas Taman Sari. Hasilnya, saya divonis mengalami PTSD (post traumatic stress disorder)," ungkapnya.

Ia kembali ke kantor polisi dengan harapan laporannya dahulu diproses. Sayangnya, harapannya sia-sia belaka.

"Saya ingin penyelesaian hukum, makanya saya lapor polisi. Tapi kenapa laporan saya tidak di-BAP? Kenapa pelaku tak diperiksa? Kenapa penderitaan saya diremehkan?" ungkapnya.

"Kepada siapa lagi saya mengadu? Martabat saya sebagai lelaki dan suami sudah hancur. Bayangkan, kelamin saya dilecehkan, buah zakar saya bahkan dicoret dan difoto oleh para rekan kerja, tapi semua itu dianggap hal ringan dan pelaku masih bebas berkeliaran di KPI Pusat. Wahai polisi, di mana keadilan bisa saya dapat?" sambungnya.

Pikiran untuk mengundurkan diri dari KPI ribuan kali melintas dalam benaknya. Tetapi, ia terus bertahan demi menghidupi anak, istri, dan orangtuanya.

"Dan lagi pula, kenapa saya yang harus keluar dari KPI Pusat? Bukankah saya korban? Bukankah harusnya para pelaku yang disanksi atau dipecat sebagai tanggung jawab atas perilakunya? Saya benar, kenapa saya tak boleh mengatakan ini ke publik," kata MS.

Menanggapi cerita salah satu anggotanya, KPI dalam laman resminya membagikan pernyataan resmi mereka. Pernyataan ini ditulis pada 1 September 2021 oleh Ketua KPI Pusat Agung Suprio.

"Menyikapi beredar informasi di tengah masyarakat terkait kasus dugaan pelecehan seksual dan perundungan yang terjadi di lingkungan kerja KPI Pusat. Maka, kami menyampaikan hal-hal sebagai berikut," kata Agung dikutip Republika dari laman resmi KPI, pada Rabu (1/9).

  1. Turut prihatin dan tidak menoleransi segala bentuk pelecehan seksual, perundungan atau bullying terhadap siapa pun dan dalam bentuk apa pun.
  2. Melakukan langkah-langkah investigasi internal, dengan meminta penjelasan kepada kedua belah pihak.
  3. Mendukung aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.
  4. Memberikan perlindungan, pendampingan hukum dan pemulihan secara psikologis terhadap korban.
  5. Menindak tegas pelaku apabila terbukti melakukan tindak kekerasan seksual dan perundungan (bullying)  terhadap korban, sesuai hukum yang berlaku.

"Demikian keterangan yang dapat disampaikan KPI Pusat," kata Agung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement