REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelecehan seksual bisa menimpa siapa saja, baik perempuan ataupun laki-laki. Kejahatan seksual ini bukan perkara sepele, karena dapat meninggalkan luka batin yang akan menghantui korban seumur hidupnya.
Seperti halnya kasus pelecehan seksual yang dialami seorang pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berinisial MS. MS menjadi korban pelecehan seksual oleh sesama laki-laki.
MS bahkan harus memeriksakan kondisi kesehatan psikisnya kepada psikolog. MS disebut menderita PTSD.
Menurut Psikolog Klinis Forensik, A. Kasandra Putranto, pada dasarnya, saat menerima laporan adanya dugaan kekerasan dan kekerasan seksual, sangat penting untuk diadakan pemeriksaan Psikologi Forensik.
Ini harus dilakukan untuk mencari bukti-bukti terkait dugaan kasus yang dilaporkan, termasuk di dalamnya kebenaran laporan, kompetensi psikologis pelaku dan korban, serta motif pelaku, terutama dugaan adanya bukti-bukti kekerasan dan kekerasan seksual berupa penderitaan emosional yang dialami oleh individu.
"Ini harus dilakukan oleh ahli psikolog forensik yang memiliki kompetensi terkait," kata Kasandra dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/9).
Selanjutnya kata dia, kepada korban perlu segera dilakukan asesmen awal dan pendampingan untuk mengantisipasi kebutuhan penanganan segera dan perlindungan dari potensi resiko kekerasan berulang, berupa rumah aman, termasuk penanganan medis yang dibutuhkan. Langkah selanjutnya adalah menggali dampak psikologis pada korban, termasuk potensi resiko Gangguan stres pasca-trauma (PTSD).
Gangguan stres pasca-trauma (PTSD) yaitu kondisi kesehatan mental yang dipicu oleh peristiwa menakutkan, baik setelah mengalaminya atau menyaksikannya. Gejala PTSD termasuk flashback, mimpi buruk, perasaan cemas, serta pikiran tak terkendali mengenai peristiwa tersebut.
Kebanyakan orang yang mengalami peristiwa traumatis akan mengalami kesulitan sementara untuk menyesuaikan dan mengatasi, tetapi dengan waktu dan perawatan diri yang baik, mereka biasanya menjadi lebih baik. Namun, jika gejalanya memburuk, berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, dan mengganggu kegiatan sehari-hari, seseorang tersebut mungkin menderita PTSD.
"Setelah memperoleh penanganan medis dan psikologis lengkap, dan kondisinya berangsur-angsur pulih, baru dapat dilakukan pemeriksaan psikologi forensik terhadap korban, yang dilanjutkan dengan perawatan lanjutan dan manajemen PTSD," terangnya.