Jumat 27 Aug 2021 23:29 WIB

Komnas HAM : Praktek Pemasungan ODGJ Jadi Persoalan Serius

Komnas HAM menyebut praktek pemasungan juga ditemukan di panti sosial

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan, saat ini masih banyak praktek tidak manusiawi yang dialami para penyandang disabilitas mental. Mirisnya, praktek ini sering terjadi di panti sosial, tempat seharusnya mereka mendapatkan perlindungan.

"Seringkali terjadi di dalam panti sosial, terutama panti panti yang di dalamnya ada penyandang disabilitas mental, dengan tujuan-tujuan yang sebetulnya sering kali dimulai dari satu tujuan yang baik untuk menyelamatkan orang,"ujar Taufan dalam diskusi "Penyandang Disabilitas Mental di Panti-Panti Sosial Berhak Merdeka" secara daring, Jumat (27/8).

"Tetapi dalam praktek-prakteknya tanpa disadari atau disadari bisa jadi dua-duanya, terjadi praktek-praktek perendahan martabat penyiksaan, bahkan ada praktek kekerasan seksual," sambung Taufan.

Taufan mengungkapkan, hingga kini praktek pemasungan terhadap penyandang disabilitas mental atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) masih terjadi di Indonesia. Praktek pemasungan tersebut menjadi persoalan yang serius, bukan hanya persoalan struktural, namun dianggap sebagai hal yang lumrah dalam mengatasi masalah.

"Contoh praktek pemasungan yang terjadi hampir di seluruh negeri kita di hari ini, itu menjadi satu persoalan yang serius, tidak saja persoalan struktural, karena ada semacam justifikasi atau pembenaran dari norma-norma sosial kita, yang menganggap bahwa pemasungan adalah hal yang lumrah untuk mengatasi masalah," ujar dia.

"Padahal sisi lain merupakan satu tindakan atau praktek yang merendahkan harkat dan martabat manusia atau kita sebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia," tambah dia.

Ia menekankan dalam Pasal 19 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, ditegaskan ada jaminan prinsip non-diskriminasi dan pengakuan atas kesetaraan hak bagi penyandang disabilitas untuk hidup mandiri dalam masyarakat. "Jadi bukan untuk dikasihani tapi harus ditempatkan sebagai manusia yang mandiri," tegas dia.

Komnas HAM, kata Taufan, mendorong adanya sebuah sistem atau mekanisme yang bisa membuat semua orang, termasuk penyandang disabilitas mental, hidup mandiri dalam satu sistem kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Bahkan, kata Taufan, kondisi sebenarnya dari penyandang disabilitas mental harus menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan-pengambilan kebijakan.

"Karena itu saudara kita yang kita sebut sebagai ODGJ, penyandang disabilitas (mental) memiliki hak untuk bebas dari penyalahgunaan kekuasaan," tegas Taufan

"Bahkan sebaliknya mestinya terlibat juga dalam pengambilan pengambilan kebijakan yang merumuskan kesetaaraan hak tadi, termasuk juga yang sering kali tidak kita sadari, termasuk juga bebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam tidak manusiawi dan merendahkan," sambungnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement