Rabu 25 Aug 2021 16:35 WIB

Remisi Djoko Tjandra Dinilai Coreng Wajah Hukum Indonesia

Dirjen Pas Kemenkumham diminta transparan soal remisi Djoko Tjandra

Dirjen Pas Kemenkumham diminta transparan soal remisi Djoko Tjandra. Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Dirjen Pas Kemenkumham diminta transparan soal remisi Djoko Tjandra. Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pemberian remisi terhadap narapidana tindak korupsi Djoko Tjandra yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mendapat sorotan tajam dari publik. 

Pasalnya, perbuatan Djoko Tjandra yang menyuap Polisi dan Kejaksaan dinilai sudah mencoreng wajah hukum Indonesia. 

Baca Juga

Pengamat kebijakan lembaga, Universitas Indonesia, Arthur Josias Simon Runturambi, mengatakan pemberian remisi terhadap Djoko Tjandra mendapat banyak sorotan masyarakat lantaran rekam jejaknya sebagai terpidana kasus Cassie bank Bali dan sekaligus menjadi buronan selama 11 tahun. 

"Dalam pemberian remisi itu apakah prosedurnya dijalani atau enggak, karena yang bersangkutan pernah memiliki rekam jejak seperti itu. Nah itu yang dipertanyakan disitu, cara mendapat remisinya benar atau enggak," ujarnya saat dihubungi, Rabu (25/8/2021) ketika dikonfirmasi. 

Menurutnya, Dirjen Pas Kemenkumhan sebagai pemegang otoritas dalam pemberian remisi tersebut harus bertindak sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku. Jangan sekadar mengumumkan remisi, tapi harus dijelaskan bagaimana prosedurnya untuk mengurangi dugaan praktek suap saat pemberian remisi. 

"Jadi itu yang perlu disampikan, jadi tidak sekadar siapa mendapat remisi harus ada uraian lebih mendalam sehingga terhindar dari tadi keraguan masyarakat, praktik-praktik itu berjalan di Lapas," kata dia.  

Oleh karena itu dia mendorong Dirjen Pas agar lebih transparan dalam pemberian remisi terhadap narapidana koruptor. Terlebih kasus Djoko Tjandra sudah menyedot perhatian mendalam. 

"Jadi untuk kasus kasus atensi yang mendapat perhatian itu seharusnya Dirjen Pas tidak sekadar memberikan remisi, tetapi juga harus mengumumkan persyaratan remisi yang telah dipenuhi," imbuhnya. 

Pemberian remisi itu, lanjut dia, merujuk pasal 34 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2006 tidak hanya mensyaratkan telah menjalani masa hukuman 1/3 kepada terpidana yang dapat diberikan remisi namun juga mencantumkan syarat berkelakukan baik. 

"Nah itu tadi jangan kebiasaan yang terjadi di luar juga dilakukan di Lapas dan akhirnya itu kan merusak SOP yang ada di Lapas. Jangan sampai kebiasaan di luar itu menjadi pertanyaan publik," katanya. 

Untuk membuktikan dugaan praktik suap dalam pemberian remisi terhadap Djoko Tjandra sepatutnya KPK, Kejaksaan dan Ombursdman segera mengusut pemberian remisi tersebut. 

"Antara aturan yang berlaku, pihak pelaksana Lapas harus transparan untuk menjawab keraguan publik terkait keringanan yang diberikan," tutur dia.   

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan alasan Direktorat Jenderal Pemasyarakat Kementerian Hukum dan HAM (Ditjenpas Kemenkumham) yang memberikan remisi terhadap Djoko Tjandra pada peringatan HUT Kemerdekaan ke-76 RI. 

Pemberian remisi itu dianggap janggal mengingat Djoko Tjandra baru manjalani hukuman dua tahun pidana penjara pada akhir Juli 2020 atas perkara cessie bank Bali berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung tahun 2009. Sebelum eksekusi berjalan Djoko Tjandra pun sempat melarikan diri ke Luar Negeri dan menjadi buron selama 11 tahun. 

"Tentu hal ini janggal, sebab, bagaimana mungkin seorang buronan yang telah melarikan diri selama 11 tahun dapat diberikan akses pengurangan masa pemidanaan," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat (20/8/2021).         

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement