REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Mohammad Choirul Anam mengatakan, penahanan ijazah oleh perusahaan sebagai salah satu syarat dalam kontrak kerja menyalahi Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan. Komnas HAM sendiri telah menerima banyak pengaduan dari masyarakat terkait ijazah yang ditahan oleh perusahaan sebagai syarat dalam kontrak kerja.
"Ini menyalahi Undang-Undang Perburuhan, UU Ketenagakerjaan dan tidak menghargai hak milik dan sebagai," kata Anam di Jakarta, Selasa (24/8).
Selama beberapa tahun terakhir memang ada tren ijazah calon pekerja ditahan sebagai jaminan. Komnas HAM memandang, hal tersebut merupakan persoalan serius dan harus disikapi serta ditindaklanjuti oleh pemangku kepentingan terkait.
Anam mengatakan, pada dasarnya kontrak kerja harus didasari oleh niat baik serta tidak ada jaminan atau penahanan dan sebagainya. Komnas HAM sendiri telah menerima banyak pengaduan dari masyarakat terkait ijazah yang ditahan oleh perusahaan sebagai syarat dalam kontrak kerja.
Salah satu alasan penahanan ijazah agar pekerja tidak bisa pindah ke tempat lain berdasarkan kontrak yang telah ditandatangani. Oleh karena itu, Komnas HAM meminta, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah agar merespons dan menindaklanjuti persoalan penahanan ijazah.
Beberapa waktu lalu Komnas HAM juga telah berkoordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan DKI Jakarta dan menyatakan belum ada payung hukum yang mengatur persoalan tersebut. "Yang paling penting ialah kontrak kerja itu harus diletakkan dengan niat baik," kata dia.
Oleh sebab itu, Komnas HAM berpandangan, jika dalam kontrak kerja ada semacam jaminan dan sebagainya maka hal tersebut dinilai kurang tepat. Lebih jauh, penahanan ijazah juga bisa bermuara pada pelanggaran HAM. Sebagai contoh, bila seseorang merasa tidak cocok dengan pekerjaannya saat ini, maka perusahaan dapat menekan buruhnya melalui ijazah yang ditahan.
Terakhir, Komnas HAM meminta Kementerian Ketenagakerjaan agar persoalan penahanan ijazah menjadi atensi dan memerhatikan tata kelola tersebut. "Kami mendorong tidak menjadikan ijazah sebagai jaminan," ujar Anam.