Senin 16 Aug 2021 05:39 WIB

Menjamah Titik Nol Covid-19

Akumulasi dari kekecewaan itu membuat masyarakat memilah informasi Covid-19.

Aksi menolak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh massa gabungan pelajar, mahasiswa, pedagang dan ojol di Kawasan Balai Kota, Jalan Wastukancana, Kota Bandung, Rabu (21/7). Mereka berharap pemerintah segera menghentikan PPKM, karena kebijakan tersebut dianggap telah menyengsarakan rakyat.
Foto:

Oleh : Ilham Tirta, Jurnalis Republika.co.id

Penulis melihat langsung bagaimana program vaksinasi Pemkab Bima di setiap desa pada akhir Juli lalu. Saat jadwal penyuntikan, banyak masyarakat yang memilih pergi ke ladang, kebun, dan gunung. Bukan untuk bekerja, melainkan melarikan diri dari petugas desa. Bahkan, mereka lebih memilih tidak mendapatkan bantuan sosial ketimbang harus disuntik dosis Sinovac, meskipun syarat itu akhirnya tidak dipakai. 

Pemerintah harus menyadari, isu kematian setelah divaksin begitu massif di masyarakat awam. Penularan ketakutan itu sesungguhnya lebih cepat dari Covid itu sendiri. Satu yang meninggal, maka seluruh kabupaten akan heboh olehnya. Akibatnya, mereka tak akan peduli berapa juta orang pun yang telah divaksin dan tetap sehat.

Selain tidak dicekoki informasi yang benar, mayoritas masyarakat juga sudah antipati terhadap pemerintah pusat. Ditambah lagi semua kejanggalan yang mereka rasakan tersebut seperti terkonfirmasi oleh berbagai peristiwa politik dan hukum yang merugikan pendirian mereka dan diduga menguntungkan penguasa.

Sebut saja isu kedatangan tenaga kerja asing (TKA) di saat pemerintah melarang warganya ke luar rumah. Kemudian, kasus korupsi bansos Covid-19 oleh mantan menteri sosial Juliari Peter Batubara dan isu kriminalisasi terhadap Habib Rizieq Shihab.

#Fokus ke desa

Bagaimana pun, tingginya angka ketidakpercayaan masyarakat terhadap data Covid-19 itu searah dengan sejumlah masalah yang penulis temukan di desa dan kabupaten tersebut. Pada gilirannya, hal itu akan menjadi penghalang herd immunity dari Covid-19 yang memperjauh keterlambatan Indonesia keluar dari pandemi.

Penting bagi Presiden Joko Widodo untuk tidak hanya melihat hutan-nya, tetapi juga pohon-nya. Sudah saatnya pemerintah pusat memperhatikan penanganan Covid-19 berbasis desa. Pemerintah daerah yang tidak becus menangani Covid-19 harus dijewer, termasuk Kota dan Kabupaten Bima.

Penulis menyarankan agar pemerintah memblender ulang pengetahuan masyarakat terhadap Covid-19 dan pentingnya vaksinasi. Tidak hanya sosialisasi berbasis desa, masyarakat membutuhkan edukasi langsung dari tenaga ahli di bidangnya. Tracing, testing, dan treatment yang baik harus segera dilakukan. Jangan sampai masyarakat terjebak pada data yang salah karena lemahnya tracing dan testing oleh pemda.

Jika kondisi seperti ini tidak ditangani serius oleh pemerintah, maka Indonesia masih akan sulit melihat ujung dari pandemi ini. Kita sepakat, ujung dari perang ini hanyalah bendara putih antara manusia dan Covid-19. Pertanyaannya, kapan bendera damai itu akan berkibar? Sementara vaksinasi belum menunjukan kinerja yang optimal, vaksin dan virus corona sendiri masih terus berubah dalam berbagai penelitian. Delta melemah, varian baru menjelang. Wallahu a’lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement