REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyebutkan, kepemimpinan strategik untuk membangun kolektivitas terhambat karena adanya ego sektoral. Padahal, kepemimpinan strategik harus mengakar ke grass root, memahami bahasa grass root, dan aspirasi grass rooot.
Namun, pada saat yang sama, mampu melakukan agregasi untuk melakukan desain masa depan bangsa, yakni kaderisasi kepemimpinan kebangsaan secara sistemik. "Desain kaderisasi nasional tersebut, juga harus mendorong agar solusi kepemimpinan yang diambil agar tepat sasaran bagi arah masa depan bangsa," kata Hasto mengutip pesan Megawati.
Pandangan Megawati pandangan Megawati itu disampaikan oleh mahasiswa program doktoral Ilmu Pertahanan, Universitas Pertahanan (Unhan) yang juga Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat menjadi pembicara dalam bedah buku Kepemimpinan Strategik (model dan implementasi) secara daring, di Jakarta, Kamis (12/8).
"Setiap kementerian atau lembaga negara terkesan mencoba menampilkan kewenangannnya, sehingga ditinjau dari kepemimpinan strategik untuk membangun kolektivitas menjadi terhambat karena ego sektoral. Ini harus diatasi," kata Hasto dalam siaran persnya.
Hasto mengatakan, kepemimpinan strategik ini hanya bisa dibangun atas landasan ideologi Pancasila dan moral yang kuat. Dalam dunia politik sangat penting, satunya kata dan perbuatan.
Hasto juga menyinggung soal elemen-elemen kepemimpinan strategik. Disebutnya, tolok ukur kepemimpinan strategik dalam suatu organisasi diukur ketika pemimpin dihadapkan pada pilihan membangun organisasi atau popularitas diri.
Dikatakannya, pemimpin memiliki tanggung jawab bukan hanya saat memimpin, tapi bagaimana masa depan organisasi yang dipimpinnya. Seseorang pemimpin akan dikatakan gagal meskipun dia membawa organisasinya berhasil, tetapi ketika dia tidak berhasil menyiapkan successornya.
"Jadi, itulah sebabnya elemen itu sangat penting. Tugas kepemimpinan strategik menciptakan sejarah terhadap organisasi," ujar Hasto.
Bedah buku yang berlangsung tiga jam digelar atas kerja sama Unhan dan Persatuan Insinyur Indonesia (PII). Sejumlah narasumber yang tampil yakni Rektor Unhan Laksdya TNI Prof Amarulla Octavian, Guru Besar Unhan Prof Purnomo Yusgiantoro, Ketua Umum PII Heru Dewanto. Sekjen PII Teguh Haryono menjadi moderator.
"Jadi buku ini sangat relevan memberikan referensi teori kepemimpinan yang lengkap dan komprehensif. Apalagi selama bedah buku disajikan banyak contoh," ujar Hasto.
Guru Besar Unhan Prof Purnomo Yusgiantoro mengapresiasi buku ini dapat diselesaikan, apalagi buku dibedah oleh PII. Menurut Purnomo, para penulis buku telah bisa meninggalkan zona nyaman dengan menjadi mahasiswa S-3.
Purnomo dalam paparannya mengutip kalimat historis dari Presiden AS John F Kennedy, "Ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country", sebagai wujud kepemimpinan diri sendiri (self leadership).
Purnomo menyatakan, landasan kepemimpinan efektif didahului dengan kepemimpinan terhadap diri sendiri, lalu terhadap orang lain dan terhadap organisasi. Purnomo memberikan suatu contoh kepemimpinan strategik yang bisa mengambil keputusan dalam situasi yang tidak menentu dan mencekam.
Dia mengisahkan perjalanan Presiden RI Megawati Soekarnoputri ke Amerika Serikat seminggu setelah serangan teroris 11 September atau serangan 9/11 pada 2001. "Ini contoh bentuk kepemimpinan yang berani. Dalam kepemimpinan strategik, kita juga tak bisa bikin setiap orang happy. Tapi bisa mengajak orang yang tidak happy duduk bersama untuk dipersuasif," kata mantan Menteri Pertahanan ini.
Sekjen PII Teguh Haryono menyebutkan, ruang lingkup pembahasan buku yang ditulis oleh mahasiswa S-3 Cohor 3 Universitas Pertahanan ini sangat komprehensif. Rektor Unhan pun di awal sambutan mengapresiasi buku ini.
"Buku ini memang didorong Rektor Amarulla dan Guru Besar Purnomo yang meminta agar mahasiswa S-3 Unhan menerbitkan sebuah buku berdasarkan penugasan selama kuliah di Unhan," ujar Teguh.