REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Calon Hakim Agung (CHA) kamar pidana Adly menilai operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memberikan dampak kepada investasi di Indonesia. Hal ini disampaikan Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Jambi saat menjalani sesi wawancara terbuka seleksi calon hakim agung oleh Komisi Yudisial (KY).
"Kalau orang sering ditangkap, kepala daerah, menteri ditangkap, akan memberikan dampak investasi ke negara Indonesia," ujar Adly, Kamis (5/8).
Pernyataan itu menjawab pertanyaan panelis Amzulian Rifai. Komisioner KY itu meminta Adly menjelaskan seputar tindak pidana korupsi dan indeks kemudahan berbisnis atau ease of doing business (EoDB) yang menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Presiden Jokowi sangat concern terhadap ease of doing business atau indeks kemudahan berbisnis, bagaimana saudara mengaitkan tindak pidana korupsi dengan EoDB yang ditargetkan oleh presiden," tanya Amzulian.
Menjawab pertanyaan, Adly mengatakan, strategi yang bisa dilakukan adalah mengubah sistem dengan mengedepankan pencegahan korupsi alih-alih melakukan OTT sebagaimana dilakukan KPK saat ini. Menurut dia, jika terlalu banyak OTT terutama menyasar kepala daerah dan menteri, maka akan memengaruhi iklim investasi di Indonesia.
"Dengan strategi yang akan diterapkan itu, pendapat saya bahwa ada perubahan di KPK yang semula pemberantasan [korupsi] dengan OTT, ini mereka kurangi. Padangan saya, ini mereka kurangi tapi arahnya ke pencegahan," kata Adly.
Komisi Yudisial RI menggelar wawancara calon hakim agung 2021. Seleksi akan berlangsung pada Selasa (3/8) hingga Sabtu (7/8). Seleksi diikuti oleh 24 calon hakim agung. Dari 24 peserta tersebut, 15 orang merupakan calon hakim agung kamar pidana, 6 orang calon hakim agung kamar perdata, dan 3 orang calon hakim agung kamar militer. Mereka akan menjalani tahap wawancara di Komisi Yudisial. Adapun penguji dalam tahap ini adalah tujuh anggota KY, satu negarawan, dan satu pakar hukum.