REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai kehebohan 'prank' bantuan Rp2 triliun dari Keluarga Akidi Tio muncul karena Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel) Eko Indra Heri ceroboh. Seharusnya, Kapolda Sumsel meminta jajarannya melakukan terlebih dulu cek dan ricek kebenaran dana itu sebelum menyampaikan ke publik.
"Jadi sebenarnya kehebohan ini yang membuat adalah Kapolda Sumsel sendiri. Tanpa ada publikasi dari Kapolda, bansos kosong 2T itu hanya akan jadi bualan orang pinggir jalan," kata Bambang kepada Republika.co.id, Kamis (5/8).
Bambang mengamati kecerobohan Kapolda Eko terjadi bisa karena dilandasi motivasi pribadi. Hal ini menyebabkan Kapolda Eko mengabaikan prinsip skeptis dan kehati-hatian.
"Kecerobohan muncul karena seseorang terlalu euforia, pengin dipandang lebih yang akibatnya mengabaikan kecermatan dan keluar dari prinsip prudential, atau kehati-hatian," ujarnya.
Selain itu, Bambang menyinggung perilaku Kapolda Eko yang tak pantas dalam kejadian ini. Ia berharap Kapolda Eko sebaiknya menunjukkan prestasinya sendiri. "Seseorang yang berperilaku demikian biasanya lebih senang dengan seremoni dan pencitraan belaka, daripada membangun prestasi yang konkrit," sindir Bambang.
Sebelumnya, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyayangkan sikap Polda Sumsel yang tidak memverifikasi terlebih dahulu berbagai hal menyangkut rencana keluarga almarhum Akidi Tio menyumbangkan Rp 2 triliun.
Pemberian bantuan itu secara simbolis dilakukan di Mapolda Sumatera Selatan pada Senin (26/7) dan dihadiri Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri, Gubernur Sumsel Herman Deru, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumsel dan Danrem 044/Gapo, Brigjen TNI Jauhari Agus Suraji. Hingga saat ini, dana tersebut tak kunjung cair lantaran jumlah dana yang berada di rekening tidak mencukupi atau kurang dari Rp 2 triliun seperti yang dijanjikan.