Selasa 03 Aug 2021 17:06 WIB

Perpanjangan PPKM Level 4 Tepat, Namun Indonesia Kurang Tes

Testing pemerintah masih rendah, tidak sebanding dengan besarnya masalah

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Hiru Muhammad
Petugas keamanan memeriksa sertifikat vaksin Covid-19 pengunjung yang hendak memasuki Balubur Town Square (Baltos), Jalan Tamansari, Kota Bandung, Selasa (3/8). Sejumlah pusat perbelanjaan di Kota Bandung mewajibkan pengunjung dan pedagang untuk menunjukkan sertfikat vaksinasi Covid-19 sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19 dan mendukung Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 di Kota Bandung. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas keamanan memeriksa sertifikat vaksin Covid-19 pengunjung yang hendak memasuki Balubur Town Square (Baltos), Jalan Tamansari, Kota Bandung, Selasa (3/8). Sejumlah pusat perbelanjaan di Kota Bandung mewajibkan pengunjung dan pedagang untuk menunjukkan sertfikat vaksinasi Covid-19 sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19 dan mendukung Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 di Kota Bandung. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Level 4 hingga 9 Agustus 2021. Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menilai perpanjangan PPKM dari indikator epidemiologi sudah tepat, namun mengkritik kurangnya testing yang dilakukan pemerintah.

Menurut Dicky, perpanjangan PPKM yang dilakukan pemerintah Indonesia sudah dihitung. Asalkan dengan catatan pemerintah punya kalkulasi dukungan terhadap kelompok rawan di masyarakat dari sisi sosial ekonomi.  Dicky menilai perpanjangan PPKM ini tentu memiliki dampak meski tidak signifikan.  "Apalagi Indonesia sekarang masuk masa puncak Jawa-Bali, jadi sudah diproyeksikan. Tetapi yang menjadi masalah adalah kapasitas testing yang sangat rendah," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (3/8).

Menurutnya testing yang dilakukan pemerintah masih rendah karena tidak sebanding dengan besarnya masalah. Bahkan,  kalau bicara testing dan pernah terungkap kasus harian diatas 50 ribuan beberapa waktu lalu, seharusnya pemerintah melakukan 1 juta tes dalam tempo 3 kali 24 jam.

Ini untuk merespons kasus harian yang tembus diatas 50 ribu. Kalaupun tidak mampu, menurutnya seharusnya kemampuan pengetesan minimal sekitar 500 ribuan per hari. Ia menjelaskan, seharusnya dalam satu kasus positif ada 30 kontak erat yang dilacak. Namun, ia menyayangkan pemerintah Indonesia tidak bisa mengambil batas minimal testing. "Jadi, pekerjaan rumah Indonesia banyak dalam tes dan pelacakan," katanya.

Bahkan, dia menambahkan, masalah lainnya juga masih ada yakni sejak sebulan terakhir sudah banyak klaster yang muncul namun belum tuntas. Dicky meminta pemerintah agresif dan aktif melakukan tes, minimal tes antigen. Kalau upaya tes, lacak, dan isolasi (3T) ini tidak dilakukan maksimal, Dicky khawatir jadi sulit minim korban pada masa puncak pandemi.

Ia menginatkan  jangan sampai pemerintah terjebak pada pembatasan berulang tetapi melupakan upaya 3T, protokol kesehatan, dan vaksinasi. Jadi, ia meminta pemerintah agresif dan masif lakukan 5M, 3T, dan vaksinasi.  "Semua upaya ini akan membuat kita terhindar dari masuk dalam kelompok negara yang terakhir keluar dari pandemi kalau dilakukan dengan berkomitmen tinggi dan konsisten," ujarnya.

Sebelumnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kini berkonsentrasi pada peningkatan testing Covid-19 selama perpanjangan periode PPKM. "Kemenkes konsentrasi meningkatkan jumlah testing untuk mendukung protokol kesehatan dan PPKM level 4. Sebab, jumlah testing akan menentukan (kasus Covid-19)," kata Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin saat konferensi virtual Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Senin (2/8) malam.

Ia menambahkan, Kemenkes mengupayakan pemeriksaan yang berasal dari pelacakan kontak erat yang sekarang telah diaktifkan, baik di Jawa dan Bali ataupun di luar Bali. Tak hanya itu, dia melanjutkan, Kemenkes juga konsentrasi akan mereplikasi upaya yang sudah dilakukan di Jawa dan Bali yang akan diterapkan di luar dua pulau ini.

"Memang populasi di luar Jawa-Bali lebih kecil, jadi jumlah agregat nasional angkanya akan tetap menurun. Tetapi kompleksitasnya akan lebih besar karena jangkauannya dan pulaunya yang berbeda-beda," ujarnya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement