Ahad 01 Aug 2021 05:54 WIB

Survei: Persepsi Publik Terhadap Pemberitaan Pandemi Covid-19

Survei: Persepsi Publik Terhadap Pemberitaan Pandemi Covid-19

Rep: Editor (swa.co.id)/ Red: Editor (swa.co.id)
Ilustrasi Covid-19. (foto: Shutterstock)
Ilustrasi Covid-19. (foto: Shutterstock)

Pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh virus korona jenis baru, yang merebak sejak awal 2020, telah mendorong peningkatan konsumsi berita dari media arus utama di seluruh dunia. Kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat, terutama pada awal tahun lalu, semakin mendorong warga untuk berselancar di dunia maya atau menonton televisi guna mencari informasi terbaru terkait penanganan Covid-19. Namun distribusi informasi turut terdistorsi karena misinformasi dan disinformasi yang ikut menyebar melalui berbagai media komunikasi digital. Tren menyebarnya misinformasi dan disinformasi juga terjadi di Indonesia. Peran pers kembali diuji.

Sejumlah laporan menyebutkan adanya peningkatan konsumsi publik terhadap berita dari media konvensional pada awal pandemi. Digital News Report 2020 yang dirilis oleh Reuters Institute mengidentifikasi peningkatan konsumsi berita di beberapa platform, termasuk televisi dan portal berita, dan penurunan oplah surat kabar di berbagai penjuru dunia. Laporan terbaru yang dirilis tahun 2021 menunjukkan kecenderungan yang sama, dan secara khusus menyebut peningkatan konsumsi berita lewat media sosial terutama di kelompok usia muda dan berpendidikan rendah.

Atas dasar pemikiran tersebut, Dewan Pers bekerjasama dengan  Universitas Multimedia Nusantara (UMN) menyelenggarakan survei “Persepsi Publik Terhadap Pemberitaan tentang Pandemi

Covid-19”.

Survei yang dilakukan selama periode 6 Mei - 29 Mei 2021 ini bertujuan untuk mengetahui persepsi publik terhadap pemberitaan Covid-19 di Indonesia dan bagaimana mereka merespons informasi yang mereka dapatkan. Persepsi publik tentang pemberitaan Covid-19 dapat memberi petunjuk mengenai kinerja pers di benak publik. Apakah publik menilai pers Indonesia masih mampu menjalankan fungsi-fungsi idealnya di tengah krisis kesehatan yang melanda dunia? Bagaimana publik mengevaluasi kinerja pers dalam memberitakan Covid-19?

Survei ini juga bertujuan mencari tahu media yang menjadi rujukan utama responden dalam upaya mereka mendapatkan informasi mengenai Covid-19, untuk mengukur platform yang menjadi top of mind’. Metode survei yang digunakan adalah metode tidak acak (non-probability sampling) dari populasi responden Jakpat Mobile Responden yang tersebar di Indonesia. Survei menjangkau 1.119 responden (margin of error < 3%) berusia 15 tahun ke atas, yang terdiri dari 624 responden laki-laki dan 495 responden perempuan, dengan distribusi 20% responden dari Sumatera, 53% dari Jawa, 7% dari Kalimantan, 12% dari Sulawesi, 5% dari Bali dan Nusa Tenggara, 2% dari Maluku, serta 1% dari Papua.

Hasil survei ini, pertama, responden memberikan evaluasi yang positif terhadap kualitas pemberitaan Covid-19 di media massa. Namun, rata-rata kepuasan menurun di kelompok usia muda, yaitu Generasi Z (11-25 tahun), yang juga diidentifikasi sebagai kelompok usia yang paling banyak merujuk pada media sosial untuk mencari informasi terkait Covid-19. Ada indikasi bahwa kelompok usia muda ini belum sepenuhnya yakin pada kinerja pers atau bahwa media massa telah memenuhi kebutuhan mereka akan informasi terkait Covid-19. Sebaliknya, Generasi Baby Boomers (57-75 tahun) merupakan kelompok usia yang menunjukkan respons paling positif terhadap kinerja pers dalam melaporkan Covid-19.

Kedua, responden menunjukkan respons positif saat mengevaluasi kinerja pers sebagai komunikator kesehatan publik dan dalam melaporkan Covid-19. Di antara kriteria yang digunakan untuk mengukur kinerja pers dalam peliputan dan pelaporan Covid-19 termasuk mengutip sumber-sumber terpercaya, seperti otoritas kesehatan baik di tingkat nasional maupun internasional sehingga turut berkontribusi bagi upaya melawan penyebaran misinformasi dan disinformasi. Kriteria lain termasuk memisahkan pernyataan politik dan pernyataan ilmiah, dan menampilkan imaji berupa foto atau visualisasi data dengan akurat terkait Covid-19.

Ketiga, media sosial masih menjadi medium yang populer di antara responden, terutama responden di kelompok usia muda (Generasi Z). Media sosial menjadi pilihan paling populer baik sebagai rujukan pertama untuk mendapatkan informasi tentang Covid-19 maupun sebagai rujukan untuk mencari informasi tambahan. Meski asumsi ideal beranggapan bahwa responden akan lebih banyak merujuk pada sumber primer atau media massa konvensional untuk memverifikasi informasi, temuan survei ini tidak cukup kuat untuk menyimpulkan bahwa literasi media di kalangan responden belum cukup baik. Hal ini terkait dengan keterbatasan penelitian yang tidak menggambarkan secara lebih jauh perilaku responden saat berselancar mencari informasi di media sosial. Satu hal yang dapat disimpulkan adalah bahwa media sosial merupakan platform media massa yang paling populer, terutama di kalangan kelompok usia muda, dan berpeluang menjadi platform paling efektif bagi media massa arus utama dan otoritas kesehatan untuk mengomunikasikan informasi resmi dan berita terkait Covid-19. Platform media sosial berjejaring yang paling populer di dunia, termasuk Facebook, Instagram, YouTube, Google dan Line Today, termasuk dalam 20 besar nama “media” yang dirujuk responden. Temuan ini menunjukkan bahwa terminologi “media” tidak lagi diasosiasikan secara eksklusif dengan institusi pers dalam konteks pemberitaan Covid-19.35.

Kemudian, keempat, mayoritas responden membatasi diri dalam mengonsumsi pemberitaan Covid-19 per hari, baik dalam hal durasi maupun jumlah artikel yang dibaca. Namun temuan ini tidak dapat dikaitkan secara langsung dengan tingkat kepuasan responden terhadap kualitas pemberitaan tentang Covid-19 di media massa. Artinya, kita tidak dapat menarik kesimpulan bahwa tingkat kepuasan responden terhadap kualitas pemberitaan Covid-19 di media massa membuat mereka membatasi jumlah atau waktu yang digunakan untuk mengonsumsi berita tersebut.

Kelima, pemberitaan media massa tentang Covid-19 memiliki dampak positif terhadap perubahan perilaku responden, yang mengadopsi gaya hidup yang lebih sehat dan higienis. Responden juga mengadopsi teknologi digital dalam aktivitas sehari-hari untuk mencegah kontak langsung dengan banyak orang. Kelompok usia muda, merupakan kelompok yang paling adaptif dibandingkan kelompok usia lainnya--paling banyak mengadopsi teknologi dan tidak menunjukkan reaksi emosi tinggi seperti cemas dan marah sebanyak responden dari kelompok usia lainnya. Sebaliknya, responden dari kelompok lansia (Generasi Baby Boomers), menjadi kelompok yang menunjukkan reaksi emosi tinggi (cemas dan marah) terbanyak.

Dan, hasil survei keenam, responden menilai bahwa media massa di Indonesia berhasil menjalankan fungsi komunikasi kesehatan masyarakat dan edukasi publik selama pandemi Covid-19. Dilihat dari pengaruh pemberitaan terhadap psikologi seseorang, responden menilai bahwa pemberitaan media membuat letih, sedih dan kecewa. Jika dihubungkan dengan pendapat terbuka dari responden, mereka mengharapkan agar media lebih aktif memberi solusi praktis dalam pemberitaan seputar Covid-19 dan vaksinasi.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan swa.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab swa.co.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement