Jumat 30 Jul 2021 22:39 WIB

Pakar Sarankan Komunikasi Pemerintah Soal Covid-19 Dibenahi

Menurut Mu'ti, kala aparat berhadapan dengan urusan keagaman, menjadi lembek.

Sekretaris Umum Pimpin Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sekretaris Umum Pimpin Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menerapkan PPKM Darurat sebagai imbas melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia pasca-Lebaran tahun ini. Selain pengetatan mobilitas masyarakat, pemerintah juga menggencarkan vaksinasi guna membentuk kekebalan komunitas sebagai solusi menanggulangi pandemi.

Hanya saja, terkait penanganan Covid di lapangan, pemberlakuan PPKM dan program vaksinasi terasa masih mengalami beragam kendala. Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto, menuturkan, komunikasi yang dilakukan pemerintah ke publik soal penanggulangan Covid masih tampak bermasalah.

Menurut Hery, terlalu banyak pihak di pemerintahan yang berbicara maupun memberi informasi berbeda seputar Covid, PPKM, dan vaksinasi. Hal itu malah membuat kebingungan di masyarakat

"Harus ada pembenahan komunikasi. Cara komunikasi pemerintah masih lemah. Penegakan hukum juga harus tegas sebab tanpa sikap aparat yang dinamis kiranya kurang bijak juga," kata Hery dalam webinar Moya Institute bertema 'PPKM dan Vaksin untuk Indonesia Bangkit dari Pandemi' di Jakarta, Jumat (30/7).

Hery menganggap, PPKM dan vaksinasi merupakan obat bagi Indonesia yang saat ini sedang sakit. Meskipun terasa tidak nyaman dan pahit, sambung dia, suka atau tidak harus diterima agar aktivitas masyarakat kembali pulih.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, menyatakan, penanggulangan pandemi Covid tidak bisa dilakukan sepihak atau kelompok tertentu saja, bahkan terkesan memilih-milih seseorang. Mu'ti pun menyinggung, kala aparat berhadapan dengan urusan keagaman, menjadi lembek.

"Masalah soal penegakan hukum. Ada kalanya ketika aparat behadapan dengan urusan berkaitan keagamaan, penegak hukum jadi tidak berdaya. Ini dilematis. Tiba-tiba penegak hukum jadi lemah, ini bahaya," ujar guru besar UIN Syarif Hidayatullah tersebut.

Mu'ti memiliki prediksi yang membuat aparat penegak hukum tidak percaya diri  untuk menegakkan aturan ketika bersinggungan dengan kegiatan keagamaan penanganan Covid. Hal itu terjadi karena bila dilakukan penyikapan yang terlalu keras, sering dianggap sebagai pelanggaran konstitusi atau menghambat kebebasan beribadah.

Publik figur Tanah Air, Ramzi, memiliki argumen berbeda. Dia mengemukakan, masih kuatnya fanatisme suasana capres pada Pilpres 2019, menjadi alasan besar terhambatnya penanganan Covid, termasuk penerapan PPKM sekaligus vaksinasi. Ramzi pun berharap, dapat segera muncul satu tokoh nasional yang bisa mengayomi dan menjadi panutan. Tujuannya agar rakyat tidak lagi gamang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement