Jumat 30 Jul 2021 15:09 WIB

Tracing di Jatim Rendah, Ada Daerah dengan Nol Pelacakan

Khofifah sebut masalah entry data sebabkan data tracing Jatim rendah.

Presiden Joko Widodo mengingatkan kepada semua pihak bahwa kemampuan dalam melakukan uji, pelacakan dan perawatan pasien COVID-19 (testing, tracing, treatment/3T) serta kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan akan menjadi pilar utama dalam menangani pandemi. Jawa Timur disebut sebagai salah satu daerah dengan tingkat tracing atau pelacakan kontak erat yang rendah di Indonesia.
Foto: ANTARA/ARNAS PADDA
Presiden Joko Widodo mengingatkan kepada semua pihak bahwa kemampuan dalam melakukan uji, pelacakan dan perawatan pasien COVID-19 (testing, tracing, treatment/3T) serta kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan akan menjadi pilar utama dalam menangani pandemi. Jawa Timur disebut sebagai salah satu daerah dengan tingkat tracing atau pelacakan kontak erat yang rendah di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia, Inas Widyanuratikah

Menurut data yang terekam di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), penelusuran kontak erat pasien Covid-19 atau tracing di Jawa Timur (Jatim), masuk kategori rendah. Bahkan ada satu daerah yang tingkat tracing kontak erat pasien Covid-19 tercatat nol.

Baca Juga

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, mengungkapkan fakta tersebut. "Di dalam capture Kementerian Kesehatan, tracing di Jawa Timur ini kategori sangat kecil, sangat rendah. Kalau satu pasien menurut WHO harus 15 orang di-tracing, kita ini ada satu daerah yang nol," kata Khofifah, Jumat (30/7).

Khofifah mengaku langsung mengonfirmasi kepada kepala daerah yang bersangkutan. Pertanyaan Khofifah juga disebutnya langsung dibantah oleh kepala daerah.

Dalam upaya mencari permasalahannya, Khofifah mengaku mencoba menemui bidan desa. Para bidan desa itu pun mengaku telah melakukan penelusuran kontak erat pasien terkonfirmasi positif Covid-19.

Berdasarkan hasil penelusuran di lapangan, kata Khofifah, masalah utamanya adalah saat telah melakukan pelacakan kontak erat pasien Covid-19 petugas tidak langsung memasukkan data ke Aplikasi Silacak. Sehingga proses tracing yang dilakukan tidak tercatat di Kementerian Kesehatan.

Proses entry data tersebut, kata Khofifah, selayaknya dilakukan Babinsa dan Babinkamtibmas. "Memang Babinsa dan Babinkamtibmas yang diminta turun, problem mereka adalah entry data ke Silacak. Jadilah kemudian format tracing Jawa Timur, kecuali Surabaya, tercatat rendah," ujar Khofifah.

Khofifah menerangkan, untuk rata-rata tingkat pelacakan kontak erat ketika ada pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di Jatim ada di angka 1:4. Artinya ketika ada satu pasien terkonfirmasi positif, dilakukan pelacakan terhadap empat orang kontak eratnya. Bahkan di beberapa daerah ada yang 1:8 dan khusus Surabaya mencapai 1:11.

"Surabaya bahkan sudah bisa 1:11 terakhir. Itu dengan relawan 3.000 orang. Di Surabaya mempunyai relawan yang membantu bagaimana mereka bisa entry ke Silacak. Daerah lain yang tidak punya relawan tidak mudah untuk bisa masukkan data ke Silacaak," ujar Khofifah.

Dalam kesempatan yang sama, Khofifah membantah melakukan memanipulasi data Covid-19. Baik itu data tambahan pasien terkonfirmasi positif Covid-19, data tingkat keterisian rumah sakit, maupun data kematian akibat Covid-19.

Bantahan tersebut disampaikan setelah Khofifah merasa dituduh memanipulasi data Covid-19 Jatim. "Soal data mortalitas, seolah-olah Pemprov (Jatim) ini jadi tertuduh. Atau Gubernur lah sudah," kata Khofifah.

Khofifah menyatakan, bantahannya tidak bernuansa bela diri. Khofifah menjelaskan, dalam sistem pelaporan data Covid-19, tidak ada data apapun yang dilaporkan Pemprov, apalagi gubernur.

Khofifah mengatakan, pelaporan data Covid-19 semuanya dilakukan dari bawah ke atas. Ia mencontohkan pelaporan kasus positif Covid-19 harian, maka yang melakukan input data adalah pengelola lab ke New-all Record (NAR) Kemenkes.

"Pengelola lab sebagian besar adalah swasta. Tidak ada harus koordinasi pengelola lab dengan gubernur," ujar Khofifah.

Khofifah melanjutkan, begitu pun terkait data tingkat keterisian tempat tidur di RS rujukan Covid-19, yang itu dilaporkan langsung oleh pihak rumah sakit ke hospital online lalu ke NAR Kemenkes. Begitu pun terkait mortalitas atau tingkat kematian pasien Covid-19.

Khofifah melanjutkan, data kematian Covid-19 yang dipublikasikan Pemprov Jatim merupakan data yang diperoleh dari masing-masing kabupaten/kota dan dari Kemenkes. "Lalu dicurigailah kita kongkalikong ibaratnya. Bagaimana saya kongkalikong dengan Kemenkes karena data itu dari Pemkab/Pemkot kita unggah. Data dari pusat kita unggah. Jadi tidak ada data dari Pemprov," kata Khofifah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement