Kamis 22 Jul 2021 14:40 WIB

Tim Advokasi KPK Duga Ada Upaya Halangi Penyidikan Korupsi

Tim advokasi KPK menanggapi ditemukannya cacat administrasi dalam pelaksanaan TWK.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Kurnia Ramadhana
Foto: Republika/Prayogi
Kurnia Ramadhana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Advokasi Save Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga adanya upaya menghalangi penyidikan atau obstruction of justice oleh pimpinan lembaga antirasuah. Hal tersebut menyusul ditemukannya kecacatan administrasi dalam pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

"Kami mendesak presiden memberhentikan Firli Bahuri dan kawan-kawan atau setidaknya menunjuk Plt (pelaksana tugas) agar indikasi Obstruction of Justice bisa diproses," kata Anggota Tim Advokasi Save KPK Kurnia Ramadhana dalam keterangan, Kamis (22/7).

Baca Juga

TWK memang telah menyingkirkan beberapa penyelidik dan penyidik yang diketahui tengah menangani perkara-perkara besar semisal bantuan sosial (bansos) Covid-19, suap lobster hingga skandal pajak. Tes tersebut telah menyingkirkan tujuh kepala satuan tugas yang memimpin beberapa kasus penyidikan perkara korupsi.

Kurnia mengatakan, dugaan upaya menghalangi penyidikan juga muncul setelah ditemukan pemalsuan keterangan dan tanggal surat perjanjian kerjasama yang mundur. Dia melanjutkan, temuan itu menunjukkan adanya kesengajaan dari pimpinan KPK untuk mencapai tujuan tertentu.

"Kepolisian RI, khususnya Kabareskrim melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan-dugaan tindak pidana," katanya.

Lebih lanjut, Kurnia mengatakan, Surat Keputusan (SK) nomor 652 terkait penonaktifan pegawai KPK berstatus TMS seyogianya juga sudah tidak berlaku. Dia melanjutkan, hal tersebut juga berpaku setelah ditemukannya maladministrasi TWK oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

Sebabnya, koalisi meminta KPK segera membatalkan semua keputusan terkait TWK dan mengaktifkan kembali, memulihkan serta mengembalikan posisi dan hak-hak pegawai yang dinyatakan TMS. Termasuk tugas-tugas mereka sebelumnya dalam penanganan perkara.

Koalisi meminta presiden untuk memimpin langsung pelaksanaan laporan akhir hasil pemeriksaan Ombudsman. Kepala negara juga diminta untuk mengawasi tindakan korektif yang harus dilakukan oleh KPK dan BKN.

"Serta mengambil alih proses dengan melaksanakan rekomendasi jika pimpinan KPK dan BKN tidak melaksanakan tindakan korektif sebagaimana hasil Laporan hasil akhir ORI," katanya.

Disaat yang bersamaan, Dewas juga diminta segera menindaklanjuti laporan pegawai KPK dan koalisi masyarakat tentang dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Firli Bahuri dan kawan-kawan. Kurnia mengatakan, KPK membuktikan dirinya independen dengan meneruskan indikasi Obstruction of Justice dalam Laporan Ombudsman.

"Koalisi masyarakat telah pula melaporkan Firli Bahuri dan kawan-kawan kepada Dewan Pengawas KPK karena itu temuan dalam Laporan ORI ini telah cukup sebagai bukti untuk memproses, menyidangkan dan menghukum Firli Bahuri dan rekan-rekan," katanya.

Seperti diketahui, Ombudsman Republik Indonesia menemukan adanya cacat administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK. Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes yang menjadi penentu dalam peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.

Hasil pemeriskaan terkait asasemen TWK berfokus pada tiga isu utama. Pertama, berkaitan dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN.

Pemeriksaan kedua, berkaitan dengan proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Pemeriksaan ketiga adalah pada tahap penetapan hasil asasemen TWK.

"Tiga hal inilah yang oleh ombudsman ditemukan maladministrasi," kata Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement