REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingkat keterisian tempat tidur (BOR/bed occupancy ratio) di seluruh provinsi Pulau Jawa relatif menurun pada pekan ini. Namun kondisi sebaliknya justru terjadi di Bali, dengan angka BOR yang mengalami kenaikan.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, kendati mengalami penurunan angka BOR, seluruh provinsi di Jawa masih berada dalam kapasitas respons yang sama.
Empat provinsi, yakni DI Yogyakarta, Bentan, DKI Jakarta, dan Jawa Timur masih tercatat memiliki angka BOR di atas 80 persen. Hanya Jawa Barat dan Jawa Tengah yang BOR-nya sudah turun ke bawah 80 persen. Namun untuk Bali, angka BOR-nya justru naik ke posisi 73,24 persen dari akhir Juni lalu yang hanya di kisaran 30 persen.
Sementara itu, Kalimantan Timur menjadi satu-satunya provinsi di luar Jawa-Bali yang tingkat keterisian tempat tidur RS tembus 80 persen, yakni 81 persen.
"Untuk provinsi DKI Jakarta BOR menurun dibanding pekan lalu yang mencapai 92 persen. Saat ini di 84 persen dengan distribusi mulai 78,5 persen di Jakarta Utara sampai 94,2 persen di Jakarta Barat," kata Nadia dalam keterangan pers, Rabu (21/7).
Perbaikan paling signifikan, ujar Nadia, dirasakan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Hampir seluruh daerah di Jawa Barat melaporkan adanya penurunan angka BOR. Angka BOR tertinggi di Jawa Barat terjadi di Kabupaten Ciamis dengan 90 persen, sementara terendah di Kabupaten Garut dengan 46,7 persen.
Sementara di Jawa Tengah, angka BOR provinsi turun menjaid 78 persen setelah pada awal Juli sempat tembus 86 persen. Namun ada satu daerah di Jawa Tengah, yakni Kabupaten Pekalongan, yang justru mengalami peningkatan BOR pada pekan ini menjadi 82,9 persen.
Kementerian Kesehatan mencatat, jumlah tempat tidur isolasi dan intensif untuk pasien Covid-19 di Indonesia saat ini mencapai 124.747 unit. Dari angka tersebut, sebanyak 91.787 di antaranya sudah terisi. Terhitung sejak Mei 2021, sudah ada 45.592 tempat tidur tambahan bagi pasien Covid-19.
"Dari 3.083 RS di seluruh Indonesia yang ditetapkan sebagai RS yang melayani covid1-19 ada 990 RS. Dan ini sangat memungkinkan untuk kemudian ditambah lagi mengingat ekskalasi kebutuhan di lapangan," kata Nadia.
Pada Selasa (20/7), Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, kebijakan pengetatan atau PPKM Darurat yang telah berjalan selama dua minggu ini telah menunjukkan hasilnya. Yakni, menurunnya angka BOR di provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Bali serta menurunnya mobilitas penduduk.
Namun demikian, ia menyebut penambahan kasus saat ini masih menjadi kendala yang harus segera ditekan. Satgas mencatat, saat ini kasus masih mengalami peningkatan hingga dua kali lipat dengan jumlah kasus aktif mencapai 542.938 atau 18,65 persen.
“Pengetatan yang telah berjalan selama 2 minggu ini sudah terlihat hasilnya seperti mulai menurunnya BOR di provinsi di Pulau Jawa Bali serta mobilitas penduduk yang menunjukan penurunan,” kata Wiku saat konferensi pers, Selasa (20/7).
Wiku menjelaskan, lonjakan kasus yang terjadi disebabkan oleh masuknya berbagai varian Covid-19 ke Indonesia, khususnya varian Delta yang telah mencapai 661 kasus di Pulau Jawa dan Bali.
Menurut dia, pemerintah pun telah berusaha maksimal untuk mengendalikan lonjakan kasus yang tinggi tersebut. Yakni dengan melakukan kebijakan pengetatan mobilitas masyarakat, meningkatkan kapasitas rumah sakit, serta menyediakan obat-obatan dan alat kesehatan.
Namun, upaya-upaya ini disebutnya tidak akan cukup dan kebijakan pengetatan tidak bisa dilakukan terus menerus. Sebab kebijakan ini membutuhkan sumber daya yang sangat besar dengan risiko korban jiwa yang tinggi serta berdampak secara ekonomi.
“Tentunya pada suatu titik kita harus kembali melakukan relaksasi,” kata Wiku.
Sebelumnya pada Senin (19/7), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung bisa kolapsnya fasilitas kesehatan (faskes) di Indonesia jika pemerintah terburu-buru mencabut kebijakan pembatasan sosial. Jokowi khawatir, jika kebijakan pengetatan mobilitas dilonggarkan sementara kenaikan kasus positif masih tinggi, faskes pun kolaps.
“Bayangkan kalau pembatasan ini dilonggarkan, kemudian kasusnya naik lagi, dan kemudian rumah sakit tidak mampu menampung pasien-pasien yang ada. Ini juga akan menyebabkan fasilitas kesehatan kita menjadi kolaps. Hati-hati juga dengan ini,” kata Jokowi, saat memberikan arahan kepada kepala daerah se-Indonesia melalui konferensi video dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (19/7).