Ahad 18 Jul 2021 14:08 WIB

Survei LSI: 48,2 Persen Responden Sebut Vaksin Sulit Diakses

Masih ada responden atau 36,4 persen yang menyatakan tidak bersedia divaksin.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Muhammad Fakhruddin
Survei LSI: 48,2 Persen Responden Sebut Vaksin Sulit Diakses Vaksinator mempersiapkan vaksin COVID-19.
Foto: Republika/Prayogi
Survei LSI: 48,2 Persen Responden Sebut Vaksin Sulit Diakses Vaksinator mempersiapkan vaksin COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Hasil riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyebutkan, sebanyak 48,2 persen sangat dan cukup setuju dengan pernyataan bahwa "vaksin Covid-19 sulit diperoleh oleh kebanyakan warga biasa seperti saya". Sementara cukup banyak pula responden yang berpendapat kurang dan sangat tidak setuju, yakni 47,8 persen.

"Dari segi akses itu masih diyakini oleh banyak masyarakat bahwa vaksin itu tidak bisa diakses oleh semua orang," ujar Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis survei secara daring, Ahad (18/7).

Menurut dia, masih banyak masyarakat yang cenderung setuju dengan pernyataan bahwa yang bisa mendapatkan vaksin Covid-19 adalah masyarakat di kota dan orang kaya. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah dalam menjalankan program vaksinasi agar target bisa segera tercapai.

Kendati demikian, mayoritas responden setuju dengan kebijakan pemerintah yang memprioritaskan pemberian vaksin untuk tenaga kesehatan, orang lanjut usia, pekerja publik, pedagang pasar, guru dan dosen, serta wartawan (di atas 80 persen). Sehingga dari sisi ini tidak ada persoalan.

Permasalahannya justru masih ada responden atau 36,4 persen yang menyatakan tidak bersedia divaksin. Jumlah ini dari 82,6 persen responden yang mengaku belum divaksin.

Alasan kurang atau sangat tidak bersedia divaksin sebagian besar karena responden takut efek samping vaksin Covid-19 atau tidak aman (55,5 persen). Alasan berikutnya ialah responden menganggap vaksin tidak efektif (25,4 persen), tidak membutuhkan/badan sehat (19 persen), vaksin mungkin tidak halal (9,9 persen), tidak mau membayar untuk mendapatkan vaksin (8,7 persen), tidak perlu divaksin karena sudah banyak orang divaksin (4,1 persen), vaksin hanya akal-akalan perusahaan farmasi untuk mencari untung (3,8 persen), dan lainnya (9,3 persen).

"Ternyata masih ada sejumlah masyarakat walaupun sedikit 4 persen yang mengaku kalau untuk mendapatkan vaksin itu mereka turut mengeluarkan biaya tambahan diluar ketentuan resmi," kata Djayadi.

Survei dilaksanakan pada 20-25 Juni 2021. Survei menggunakan metode simple random sampling kepada 1.200 responden dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional melalui sambungan telepon. Toleransi kesalahan atau margin of error sekitar 2,88 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement