Jumat 09 Jul 2021 21:18 WIB

Pleidoi Edhy: Keukeuh tak Bersalah dan Kenangan Jasa Prabowo

Dalam nota pembelaannya, Edhy meminta hakim membebaskannya dari semua dakwaan.

Terdakwa kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 Edhy Prabowo.
Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Terdakwa kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 Edhy Prabowo.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Antara

Eks Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menyatakan siap untuk bertanggung-jawab sepenuhnya terhadap pekerjaan dan permasalahan yang ada di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal tersebut disampaikan Edhy saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (9/7).

Baca Juga

"Di dalam pesan saya melalui sebagai pimpinan KKP saya tidak akan  melempar tanggung-jawab kepada orang lain dan mengingat saya selaku Menteri maka saya menyatakan siap untuk bertanggung-jawab

sepenuhnya terhadap pekerjaan dan permasalahan yang ada di KKP," ujar Edhy saat membacakan pleidoi.

Meskipun mengaku akan bertanggung jawab, dalam nota pembelaannya, Edhy masih mengklaim bahwa dirinya tidak pernah melakukan inisiasi tindak pidana korupsi menerima suap berupa janji atau hadiah terkait dengan ekspor benih lobster. Adapun, proses penerbitan perizinan terkait lobster dalam hal ini surat penetapan calon eksportir, surat keterangan telah melakukan pembudidayaan, berita acara pelepasliaran, sampai dengan surat penetapan waktu pengeluaran, dilakukan oleh pejabat eselon I.

"Saya selaku pimpinan KKP mengharapkan kepada pejabat eselon I untuk dapat memproses perizinan tersebut secara objektif dan sesuai ketentuan yang ada," tutur Edhy dalam pledoinya.

Edhy melanjutkan, perihal pesan yang ia kirimkan kepada anak buah melalui pesan Whatsap yang pernah diungkap di persidangan pun menurutnya tidak semata-mata persoalan benih bening lobster. Namun, mencakup semua hal.

"Saya sering melakukan disposisi kepada jajaran saya baik itu para Dirjen, Kepala Badan, staf khusus dan staf lainnya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Karena banyak sekali aspirasi dari masyarakat yang disampaikan langsung kepada saya salah satunya melalui Whatsapp," terang Edhy.

"Dan Saya harus menindaklanjuti aspirasi mereka dengan cepat dan

tepat. Telepon genggam saya yang disita KPK menjadi bukti bahwa

banyak sekali perintah atau disposisi saya kepada jajaran untuk

menindaklanjuti aspirasi masyarakat," tambahnya.

Edhy terus menekankan bahwa percakapan tersebut, bukan hanya soal izin benih bening lobster. Ia meyakini dalam percakapan melaui Whatsapp itu tidak ada satu pun disposisi untuk meminta gratifikasi atau tindakan apapun yang melanggar hukum.

Edhy juga menyatakan tuduhan soal uang suap yang diberikan

pelaku usaha kepada salah satu stafnya dilakukan tanpa sepengatahuannya.

"Saya juga tidak mengetahui dan tidak terlibat sedikitpun dalam urusan perusahaan kargo bernama Aero Citra Kargo (ACK). Tuduhan bahwa saya terlibat mengatur dan turut menerima aliran dana adalah sesuatu yang amat diipaksakan dan keliru, " kata dia.

Edhy melanjutkan, berdasarkan fakta persidangan juga telah jelas

bahwa dirinya tidak pernah menerima pemberian uang tersebut secara  langsung dari pemilik PT. Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP) Suharjito. Namun, ia  mengakui pernah melakukan pertemuan dengan Saudara Suharjito.

"Namun perlu saya sampaikan bahwa saya selaku Menteri memang memberikan ruang kepada setiap orang masyarakat kelautan dan perikanan yang akan menemui dan mengajak saya untuk berdiskusi demi kemajuan kelautan dan perikanan di Indonesia," klaim Edhy.

"Saya menerima banyak sekali tamu sepanjang tidak ada agenda lain dan saya terbuka terhadap masukan maupun kritik terhadap kebijakan yang saya lakukan namun  saya mencoba untuk bersikap profesional dan tanpa pamrih," tambah Edhy.

Edhy tidak memungkiri bahwa para terdakwa lain dalam kasus ini memang merupakan orang kepercayaannya semenjak saya mengabdi di DPR  R.I. Edhy bahkan mengaku  telah memercayakan urusan keuangan kepada sekretaris pribadinya, Amiril Mukminin baik dalam rangka kepentingan pribadi/keluarga maupun dalam rangka kepentingan

kantor.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum pada KPK menuntut agar Edhy dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan. Tak hanya pidana badan, Edhy juga dituntut untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.447.219 dan 77 ribu dollar AS dikurangi seluruhnya dengan uang yang sudah dikembalikan.

Edhy dinilai telah terbukti menerima suap Rp 25,7 miliar terkait izin ekspor benih bening lobster atau benur. Jaksa meyakini suap diberikan guna mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir benur lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement