Jumat 02 Jul 2021 09:32 WIB

Kualitas Masyarakat dan Pemimpin Pengaruhi Demokrasi

Kualitas Masyarakat dan Pemimpin Pengaruhi Demokrasi

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Muhammad Hafil
Kualitas Masyarakat dan Pemimpin Pengaruhi Demokrasi. Foto:  Demokrasi: politik atau agama (ilustrasi).
Foto: matthewmachowski.com
Kualitas Masyarakat dan Pemimpin Pengaruhi Demokrasi. Foto: Demokrasi: politik atau agama (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai pendidikan politik yang baik penting dilakukan. Pendidikan politik akan menguatkan kesadaran politik masyarakat dan akhirnya mengurangi ignore people atau orang yang seolah paham politik namun sebenarnya tidak.

Ia mengatakan, dengan adanya pendidikan politik akan menguatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap politik. Mereka tidak kemudian menjadi ignore people dan tahu kapan dan bagaimana harus memberikan perhatian soal politik secara umum. Mereka juga akan memahami bagaimana berkontribusi di dalam demokrasi.

Baca Juga

"Demokrasi pada dasarnya hanya akan berhasil jika yang dipimpin dan memimpin kualitasnya sama," kata Firman, dalam diskusi daring Membentuk Warga Negara yang Demokratis, Rabu (30/6).

Seorang akademisi politik, Shawn Rosenberg mengatakan semua orang memiliki peluang untuk menghancurkan demokrasi. Khususnya, mereka yang merasa memahami demokrasi. Mereka memberikan opini yang begitu meyakinkan. Firman mencontohkan, ignore people berperilaku seperti buzzer di media sosial.

Di dalam suatu kehidupan demokrasi yang buruk, orang-orang bijak dan pintar akan tertinggal dan tertutupi oleh opini-opini yang tidak berdasar. "Oleh buzzer-buzzer yang saat ini mendominasi opini suatu bangsa, termasuk di Indonesia," kata dia lagi.

Pendidikan di suatu negara selalu disusun untuk kepentingan negara. Di dalam konteks negara demokrasi, pendidikan perlu mengajarkan untuk melibatkan dan menghargai semua kalangan. Jika suatu sistem pendidikan tidak berjalan dengan baik, maka dikhawatirkan akan muncul ignore people yang menjadi santapan empuk bagi penjajahan.

"Makanya, musuh penjajahan itu kaum intelektual," kata Firman menegaskan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement