Kamis 01 Jul 2021 16:52 WIB

APEKSI Tanggapi Tudingan Pemda tak Bayarkan Insentif Nakes

Pemda harus bayar insentif ke nakes yang tiap hari bertaruh nyawa menangani Covid-19.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto.
Foto: istimewa
Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) Bima Arya merespons Komisi II DPR yang menyebut sejumlah pemerintah daerah (pemda) tak menganggarkan insentif bagi tenaga kesehatan (nakes) yang menangani pasien Covid-19. Bima setuju agar pemda membayarkan insentif tersebut kepada nakes yang tiap hari bertaruh nyawa menangani Covid-19.

Bima mengingatkan, pemda yang berada di bawah naungan APEKSI untuk menyiapkan dan membayarkan insentif nakes. Dananya bisa berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU). "Pemda mengalokasikasikan anggaran insentif dari APBD sesuai amanah alokasi DAU untuk penanganan COVID-19. Pemda harusnya mengalokasikan dari DAU," kata Bima kepada Republika, Kamis (1/7).

Walau demikian, Bima mengakui, adanya sejumlah hambatan bagi Pemda yang ingin membayarkan insentif nakes. Salah satunya kendala regulasi yang malah memperlambat atau membelenggu insentif yang harusnya menjadi hak nakes penanganan Covid-19.

"Kendala yang terjadi biasanya menunggu pergeseran anggaran, membuat regulasi /Perwali (Peraturan Walikota) tentang insentif nakes," ujar Bima.

Di sisi lain, Bima yang juga Wali Kota Bogor menyampaikan insentif nakes tahun 2020 di RSUD yang belum terbayar oleh pusat justru dianggarkan dari APBD Kota Bogor. Jumlahnya senilai 6,9 miliar dan sudah dibayarkan.

"Insentif nakes untuk tahun 2021 sudah dianggarkan dari APBD melalui anggaran di Dinkes dan RSUD. Saat ini sedang dalam proses verifikasi oleh RSUD dan Dinkes sesuai juknis Kemenkes," ujar Bima.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim menyayangkan, adanya laporan yang menyebut sejumlah pemerintah daerah tak menganggarkan insentif bagi nakes yang menangani pasien Covid-19. Pemerintah daerah didesaknya segera mencairkan insentif bagi para nakes.

"Tidak dianggarkannya insentif untuk tenaga kesehatan di sejumlah daerah, menujukkan kepala daerah setempat tidak memiliki kepedulian atas situasi pandemi Covid-19. Sungguh menyedihkan," ujar Luqman lewat keterangan tertulisnya, Rabu (30/6).

Diketahui, besaran nilai insentif tenaga kesehatan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor: S-65/MK.02/2021 terkait Permohonan Perpanjangan Pembayaran Insentif Bulanan dan Santunan Kematian Bagi Tenaga Kesehatan dan Peserta PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) yang Menangani Covid-19.

Dalam surat tersebut dirinci, insentif dokter spesialis besarannya Rp 7,5 juta, sementara untuk dokter peserta PPDS Rp 6,25 juta, dokter umum dan gigi Rp 5 juta, bidan dan perawat Rp 3,75 juta, tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp 2,5 juta.

Sementara itu, santunan kematian per orang sebesar Rp 300 juta. Satuan biaya tersebut merupakan batas tertinggi dan tidak dapat dilampaui, berlaku terhitung per Januari 2021 hingga Desember 2021.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement