REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim menyayangkan adanya laporan yang menyebut sejumlah pemerintah daerah tak menganggarkan insentif bagi tenaga kesehatan (nakes) yang menangani pasien Covid-19. Padahal, para nakes diketahui merupakan garda terdepan penanganan pandemi.
"Tidak dianggarkannya insentif untuk tenaga kesehatan di sejumlah daerah, menujukkan kepala daerah setempat tidak memiliki kepedulian atas situasi pandemi Covid-19. Sungguh menyedihkan," ujar Luqman lewat keterangan tertulisnya, Rabu (30/6).
Pemerintah daerah juga didesaknya segera mencairkan insentif bagi para nakes. Sebab, tak sedikit dari para nakes yang kurang istirahat dan bahkan tak pulang demi merawat pasien Covid-19.
"Adalah kewajiban negara untuk memberikan dukungan yang memadai kepada seluruh tenaga kesehatan supaya teman-teman tenaga kesehatan dapat bekerja secara maksimal melayani masyarakat," ujar Luqman.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) diminta untuk menegur pemerintah daerah yang tak kunjung mencairkan insentif nakes. Apabila teguran keras tetap tidak diindahkan, maka dapat disimpulkan sejumlah kepala daerah tersebut telah menghalang-halangi pelaksanaan pengendalian Covid-19.
"Mereka dapat diancam dengan hukuman pidana sebagaimana diatur pada Pasal 93 dan 94 UU nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan," ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Diketahui, besaran nilai insentif tenaga kesehatan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor: S-65/MK.02/2021 terkait Permohonan Perpanjangan Pembayaran Insentif Bulanan dan Santunan Kematian Bagi Tenaga Kesehatan dan Peserta PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) yang Menangani Covid-19.
Dalam surat tersebut dirinci, insentif dokter spesialis besarannya Rp 7,5 juta, sementara untuk dokter peserta PPDS Rp 6,25 juta, dokter umum dan gigi Rp 5 juta, bidan dan perawat Rp 3,75 juta, tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp 2,5 juta.
Sementara itu, santunan kematian per orang sebesar Rp 300 juta. Satuan biaya tersebut merupakan batas tertinggi dan tidak dapat dilampaui, berlaku terhitung per Januari 2021 hingga Desember 2021.