Rabu 30 Jun 2021 15:42 WIB

Dewas KPK tak akan Usut Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri

Dugaan perkara pidana yang dilakukan Firli Bahuri sebaiknya dilaporkan ke KPK.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Dewan Pengawas (Dewas) KPK Syamsuddin Haris
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Dewan Pengawas (Dewas) KPK Syamsuddin Haris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengaku tidak akan mengusut dugaan gratifikasi yang dilakukan Ketua Firli Bahuri. Komisaris Jenderal itu kembali dilaporkan ke Dewas KPK terkait perkara penyewaan helikopter.

"Kasus helikopter pak FB (Firli Bahuri) sudah selesai dan diputus oleh Dewas tahun lalu," kata Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris di Jakarta, Rabu (30/6).

Baca Juga

Dia mengatakan, Dewas tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terkait dugaan gratifikasi tersebut. Dia menjelaskan, dugaan perkara pidana yang dilakukan Firli Bahuri sebaiknya dilaporkan kepada direktorat pengaduan masyarakat KPK. 

"Dugaan gratifikasi bisa diadukan ke direktorat pengaduan masyarakat KPK. Dewas tidak punya wewenang dalam perkara pidana," katanya.

Sebelumnya, Indonesian Corruption Watch (ICW) melaporkan Firli Bahuri ke Dewas KPK. Firli diduga telah melakukan pelanggaran kode etik sebagai pegawai KPK berkenaan dengan penyewaan helikopter.

ICW menegaskan bahwa laporan kali ini relatif berbeda dengan laporan sebelumnya yang dilakukan terhadap Firli Bahuri dalam perkara serupa. ICW membawa sejumlah bukti baru terkait dugaan pelanggaran etik tersebut dalam pelaporan kali ini.

ICW berpendapat, dalam sidang sebelumnya Dewas KPK hanya formalitas dalam mengecek kwitansi yang diberikan Firli terkait penyewaan helikopter tersebut. ICW menilai bahwa hal itu kemudian berdampak pada hukuman ringan yang dijatuhkan Dewas KPK atas pelanggaran etik tersebut.

ICW berpendapat seharusnya Dewas menelusuri kejanggalan nilai penyewaan helikopter tersebut. Berdasarkan penelusuran ICW, ada selisih bayar sekitar Rp 140 juta dari jumlah yang telah dibayarkan Firli saat menyewa helikopter itu.

Sebelumnya, ICW juga telah melaporkan Firli Bahuri ke Bareskrim Polri pada Kamis (3/6) lalu karena diduga menerima gratifikasi Rp 140 juta. Gratifikasi tersebut didapatkan dari selisih pembayaran yang seharusnya diberikan Firli kepada penyewa helikopter tersebut.

ICW kemudian mendapat informasi lain dari penyedia jasa lainnya bahwa harga sewa helikopter tersebut per jam sebenarnya 2 ribu 750 dolar Amerika atau sekitar 39,1 juta rupiah. Artinya, jika ditotal maka biaya penyewaan helikopter yang seharusnya dibayar Firli Bahuri saat itu adalah Rp 172,3 juta.

"Jadi, ketika kami selisihkan harga sewa barangnya ada sekitar Rp 141 sekian juta yang diduga itu merupakan dugaan penerimaan gratifikasi atau diskon yang diterima oleh Firli," kata Peneliti ICW, Wana Alamsyah saat membuat laporan ke Bareskrim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement