REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin penggunaan darurat (EUA) untuk anak usia 12 hingga 17 tahun dengan vaksinasi yang dimiliki Indonesia. Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Laura Navika Yamani menilai vaksinasi Covid-19 pada anak jadi salah satu ikhtiar karena tren kasus Covid-19 pada anak juga cukup banyak.
Menurut Laura, kebijakan pemerintah mengenai ini untuk melindungi anak-anak yang ada di Indonesia. "Karena tingkat kematiannya juga tertinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Ini jadi salah satu bentuk ikhtiar," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (29/6).
Ia meyakini pemerintah sudah menyiapkan logistik vaksin. Kendati demikian, ia meminta pemerintah harus fokus, selagi anak tidak ada kegiatan sekolah pertemuan tatap muka (PTM), artinya risikonya juga masih minimal. Laura meminta pemerintah harus melakukan sosialisasi terutama orang tua. Sebab, dia melanjutkan, anak yang mendapatkan vaksin ini harus mendapatkan izin orang tua.
"Jadi kalau mau meminta izin kepada orang tua, pemerintah harus memberikan sosialisasi kepada orang tua mengenai tingkat keamanan, kemudian efikasi vaksin untuk bisa diberikan pada anak," katanya.
Intinya, ua meminta edukasi dan sosialisasi terkaita manfaat, kemudian proses vaksinasi ini harus terus dilakukan. Sebab, dia melanjutkan, mungkin ada kelompok belum bisa menerima secara ikhlas atau belum mau buah hatinya mendapatkan vaksinasi. Selain itu, Laura meminta pemerintah bertanggungjawab terkait penyediaan vaksin. Vaksin yang diberikan saat vaksinasi massal bisa menimbulkan kerumunan. Lebih lanjut ia juga mengingatkan, dosis vaksin untuk anak tidak sama dengan kelompok dewasa.
"Nah, ini harus dilihat kalau kelompok anak dosisnya lebih rendah. Vaksinasi untuk anak itu tetap sama dua kali tetapi konsentrasinya berbeda, lebih rendah," katanya.
Ia mengingatkan jangan sampai vaksin yang disiapkan tertukar, misalnya harusnya vaksin untuk anak ternyata diberikan untuk orang dewasa. Tak hanya itu, ia meminta pemerintah tegas melakukan pembatasan mobilisasi masyarakat secara ketat. Jangan hanya fokus pada pemberian vaksin.
"Sebab, efektivitas vaksin itu akan dipengaruhi oleh penyebaran kasus. Kalau kasusnya semakin tinggi, Covid-19 banyak beredar sementara jumlah tentara atau imun yang terbentuk usai vaksin lebih sedikit maka imunnya akan tumbang," katanya.
Ia mencontohkan tenaga kesehatan (nakes) yang sudah divaksin dosis lengkap masih terinfeksi virus ini karena virusnya semakin banyak. Kemudian dengan adanya pembatasan mobilitas artinya mengurangi kontak atau paparan. "Jadi, pasien akan berkurang, beban nakes berkurang, akhirnya efektivitas vaksin lebih maksimal," katanya.