Selasa 29 Jun 2021 12:23 WIB

Membedah Perjalanan Karier Maruli, Richard, dan Kunto

Tiga alumnus Akmil 1992 berpeluang menapaki karier di jenjang di TNI AD lebih tinggi.

Panglima Kodam (Pangdam) IX/Udayana, Mayjen Maruli Simanjuntak.
Foto: Dok Kodam Udaya
Panglima Kodam (Pangdam) IX/Udayana, Mayjen Maruli Simanjuntak.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Selamat Ginting/Wartawan Senior Republika

Mayjen Maruli Simanjuntak bukan dari keturunan orang 'gedean'. Ayahnya seorang guru di Bandung, Jawa Barat. Begitu juga dengan Richard Tampubolon. Ayahnya berlatar wartawan di Sumatra Selatan. Namun berbeda dengan Kunto Arief Wibowo. Ayahnya adalah mantan Wakil Presiden, mantan Panglima ABRI, mantan KSAD Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno.

Abang dari Kunto juga menjalani profesi kepolisian, yakni Irjen Firman Santyabudi (jelang 56 tahun). Lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1988-A dari Korps Lalu Lintas, kini sebagai Asisten Logistik Kepala Polri.

Lulusan terbaik Akmil 1992 Erwin Djatniko, ayahnya seorang pegawai negeri sipil di pemerintah daerah Jawa Barat. Ia harus tertatih-tatih untuk bisa diterima di Akmil. Setelah dua kali gagal, akhirnya pada kesempatan ketiga, ia baru diterima sebagai taruna Akmil. Adisura Firdaus Tarigan juga dari keluarga biasa saja di Sumatra Utara.    

Maruli yang bertubuh atletis merupakan mantan judoka atau atlet judo nasional. Ia berjodoh dengan Paulina Panjaitan, putri pertama dari Jenderal TNI (Hor/Purn) Luhut Binsar Panjaitan. Luhut saat ini sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

Maruli berkenalan saat Paulina menjadi liaison officer (LO) di Pesta Olahraga Asia Tenggara (SEA Games) 1995 di Thailand. Tugasnya berkomunisasi dan berkoordinasi dengan 10 negara yang ikut serta di SEA Games. Sementara Maruli menjadi atlet judo perwakilan Indonesia. Itulah takdir perjodohan bagi Maruli yang ramah dan mudah bergaul.

Suatu ketika penulis mengunjungi Korem 074/Warastratama Solo. Kolonel Maruli saat itu sudah menjadi Komandan Korem. Di tengah kesibukannya, Maruli menyempatkan diri mendatangi penulis malam hari di sebuah hotel di Solo.

Di situ ia justru menjadi pendengar yang baik, meminta saran bagaimana berkomunikasi dengan wartawan. Termasuk ingin mengetahui kegiatan Korem dari perspektif wartawan.

Jabatan terakhir Maruli di Kopassus sebagai Komandan Grup 2 Kopassus (2013-2014), kemudian mutasi sebagai Asisten Operasi Komandan Jenderal Kopassus (2014). Takdir kariernya meroket usai menjadi Komandan Grup A Paspampres pada (2014-2016).

Bertanggung jawab terhadap keamanan dan keselamatan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kemudian menjadi Komandan Korem 074/Warastratama, Solo (2016-2017). Solo merupakan kampung halaman keluarga Jokowi.

Dari Solo langsung promosi bintang satu menjadi Wakil Komandan Paspampres (2017-2018). Kembali mutasi ke Jawa Tengah sebagai Kepala Staf Kodam Diponegoro (2018-2018). Balik lagi ke istana menjadi Komandan Paspampres (2018-2020). Sejak 23 November 2020 mengemban amanat sebagai Panglima Kodam IX/Udayana di Denpasar Bali.

Richard dan Kunto

Sedangkan Richard sejak 2020 menjabat Komandan Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI di Jakarta. Ia lama berkiprah di Kopassus. Jabatan terakhirnya di Kopassus Asisten Intelijen Komandan Jenderal Kopassus (2014), Komandan Grup 2 Kopassus (2014-2015), Komandan Grup 3 Kopassus (2015-2015).

Setelah itu, ia berkiprah di luar Kopassus sebagai Komandan Rindam Mulawarman (2016), lalu Komandan Korem 023/Kawal Samudera, Sibolga (2016-2017).

Jabatan perwira tinggi diperoleh saat menjadi Wakil Komandan Jenderal Kopassus dengan pangkat Brigjen (2017-2018).

Kemudian geser sebagai Kepala Staf Kodam Mulawarman (2018-2019). Dari Kalimantan Timur pindah ke Kepulauan Riau menjadi Kepala Staf Kogabwilhan I (2019-2020) sudah dengan pangkat baru, Mayjen. Akhirnya sejak akhir Juli 2020, Richard menjadi Komandan Koopssus TNI hingga kini.

Sementara Kunto, termasuk salah satu yang termuda di Akmil 1992. Menjadi Kolonel dengan jabatan Komandan Brigif 6/Trisakti Baladaya (2012-2013), kemudian Kepala Departemen Teknik Akmil (2013-2014). Lalu ke Denpasar, Bali sebagai Asisten Operasi Kepala Staf Kodam Udayana (2014-2015).

Akhirnya menjadi Komandan Korem 044/Garuda Dempo di Palembang (2016-2018). Secara wilayah penugasan, mirip dengan karier ayahnya, pernah menjadi Kepala Staf Kodam Udayana di Bali, kemudian menjadi Panglima Kodam Sriwijaya di Palembang. Geser lagi di wilayah Sumatra Selatan sebagai Komandan Pusat Latihan Tempur Kodiklatad (2018-2019).

Jabatan pertamanya sebagai perwira tinggi adalah Komandan Korem 032/Wirabraja (2019-2020) di Padang, Sumatra Barat. Kemudian bergeser menjadi Kepala Staf Kodam Siliwangi di Bandung selama sekitar satu tahun (2020-2021).

Kini Kunto bertengger dengan pangkat jenderal bintang dua dengan jabatan Panglima Divif 3 Kostrad di Sulawesi Selatan. Dengan jabatan tersebut, Kunto bersama Richard dan Maruli menggunakan tanda pangkat bintang dua garis merah.  

Melihat alur karier ketiganya, Kunto harus menjalani pangkat Kolonel selama tujuh tahunan dengan total lima jabatan, barulah ia naik menjadi Brigjen. Berbeda dengan Maruli dan Richard, Kolonel hanya disandang sekitar empat tahun saja.

Richard dengan lima jabatan, sedangkan Maruli empat jabatan saja. Percepatan pangkat Maruli dan Richard menjadi Brigjen, memang istimewa.

Profesional

Kini, dengan usia Kunto, Maruli, dan Richard antara 50-52 tahun, peluangnya untuk menapak ke jenjang karier di TNI AD yang lebih tinggi terbuka lebar. Tiga perwira tinggi tersebut sama-sama alumnus Akmil 1992. Sebab masih punya waktu antara 8-6 tahun ke depan sebelum memasuki masa pensiun dari dinas militer.

Richard dan Kunto masih terbuka untuk bisa menjadi panglima Kodam. Entah seperti apa takdir karier mereka ke depan, dan apa cita-cita ketiganya dalam membangun TNI.

Begitu juga dengan Brigjen Erwin Djatniko, Brigjen Adisura Firdaus Tarigan serta sejumlah Brigjen lainnya, terutama yang sudah pernah menjadi Komandan Korem. Baik Korem tipe B, apalagi Korem tipe A. Jabatan-jabatan komando dengan tanda pangkat lis merah, masih terbuka bagi perwira dari lima korps, yakni Infanteri, Kavaleri, Armed, Arhanud, dan Zeni.

Pada tahun 2023-2024 mendatang sejumlah Brigjen abituren Akmil 1992 akan bergerak secara normal menduduki posisi Mayjen. Kita tunggu apa warisan karya mereka bukan semata-mata tingginya pangkat yang bersangkutan, namun tidak meninggalkan legacy (warisan) yang kuat. Jika pangkatnya tinggi namun tidak ada karya monumental, bagaikan buih di lautan.

Memang ada wacana ke depan, pangkat kolonel ke bintang satu, setidaknya memiliki masa dinas perwira (MDP) selama 27 tahun. Dengan catatan harus sudah menempuh pendidikan Sesko Angkatan atau pendidikan sejenis di luar negeri.

Kemudian untuk bisa mencapai Brigjen/Laksma/Marsma memerlukan waktu 32 tahun masa dinas perwira. Tentu dengan persyaratan ketat, harus lulus Sesko TNI atau pendidikan luar negeri yang setara dengan Sesko TNI.

Sehingga jika rata-rata lulus akademi militer dan sejenisnya dalam usia 21-22-23 tahun, maka baru bisa menjadi bintang satu pada usia 53-54-55 tahun. Selanjutnya baru bisa naik pangkat bintang dua setelah rata-rata tiga tahun.

Jika dalam rentang waktu tersebut tidak mendapatkan promosi, sebaiknya pensiun. Untuk jenderal bintang dua pensiun usia 58 tahun, jenderal bintang tiga pensiun usia 59 tahun, dan jenderal bintang empat sampai usia 60 tahun.   

Tentu saja diperlukan konsep manajemen sistem pembinaan karier yang akuntabel. Pembinaan karier harus menempatkan perwira-perwira terbaik pada jabatan-jabatan strategis, sehingga organisasi TNI dapat diisi sesuai konsep the right man in the right place dapat terwujud.

Apalagi semakin tinggi jabatan, semakin sedikit pula perwira yang mengawakinya. Artinya, tidak semua perwira akan mencapai posisi top leader militer.

Profesionalisme adalah pilihan dalam pembinaan karier, bukan karena kedekatan dengan elite nasional. Bukan pula karena diuntungkan dengan memperoleh jabatan yang dekat dengan sumber kekuasaan. TNI harus membuat rumusan yang profesional dan terbuka dilihat dari latar belakang pendidikan, khususnya Sesko Angkatan maupun Sesko TNI dan pendidikan Lemhannas.

Termasuk rotasi jabatan yang lengkap dengan masing-masing spesialisasi. Begitu juga lama kepangkatan dalam perwira tinggi. Hanya yang sangat-sangat menonjol, di atas rata-rata jenderal lainnya yang bisa mencapai top leader TNI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement