Jumat 25 Jun 2021 20:45 WIB

Jam Kerja Berlebihan, IDI Sebut Nakes Alami Beban Luar Biasa

Tanpa relaksasi nakes akan alami beban luar biasa akibat lonjakan kasus Covid-19

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah tenaga kesehatan melengkapi Alat Pelindung Diri (APD) ketika bersiap untuk melakukan tes usap di Pekanbaru, Riau, Kamis (3/9/2020). Satgas COVID-19 menilai perlunya pembatasan jam kerja dokter serta tenaga kesehatan COVID-19 untuk menghindari kelelahan yang mengakibatkan rentan tertular virus tersebut.
Foto: Antara/Rony Muharrman
Sejumlah tenaga kesehatan melengkapi Alat Pelindung Diri (APD) ketika bersiap untuk melakukan tes usap di Pekanbaru, Riau, Kamis (3/9/2020). Satgas COVID-19 menilai perlunya pembatasan jam kerja dokter serta tenaga kesehatan COVID-19 untuk menghindari kelelahan yang mengakibatkan rentan tertular virus tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Adib Khumaidi, SpOT menganjurkan adanya fase relaksasi untuk para tenaga kesehatan dan tenaga medis. Upaya ini dilakukan untuk menghindari kondisi burnout akibat lonjakan kasus Covid-19.

“Saat ini kita sedang survei. Untuk data terbaru belum data. Tapi kalau dari data lama, salah satu upaya antisipasi yang dilakukan beberapa rumah sakit adalah membuat klinik semacam trauma center atau klinik konsultasi,” kata dr Adib dalam acara jumpa pers Tim Mitigasi Dokter PB IDI, Jumat (25/6).

Baca Juga

Adanya klinik konsultasi merupakan upaya yang mendukung secara psikologis. Namun, yang terpenting adalah bagaimana mengatur pola shifting kerja.

Jika tidak ada waktu relaksasi dan pola shifting tidak baik, ini akan membawa beban luar biasa bagi para tenaga medis dan tenaga kesehatan.

Baik secara psikis dan fisik, ini mungkin meningkatkan resiko burnout. Adib menyarankan salah satu upaya dari pedoman standar perlindungan dokter adalah mengatur pola shifting kerja yang baik. Sebab, ini akan mengurangi risiko burnout.

“Data dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ada 83 persen yang terkena burnout pada bulan Oktober lalu,” ujar dia.

Saat ini belum ada pengukuran mengenai itu karena lonjakan kasus baru terjadi mulai akhir Mei sampai Juni. “Yang jelas kita berharap upayanya ada fase relaksasi yang diberikan kepada para tenaga medis dan tenaga kesehatan sehingga mereka tidak terbebani,” tambah dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement