REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah memutuskan melakukan pengetatan aktivitas masyarakat sebagai upaya pengendalian kasus Covid-19 yang trennya terus mengalami peningkatan pascalibur Idul Fitri. Langkah ini tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 2021. Pengetatan tersebut dibagi berdasarkan zonasi risiko tingkat kabupaten/kota.
Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengungkapkan, zonasi kabupaten/kota bersifat dinamis sehingga menjadi sebuah kewajiban Pemerintah Daerah untuk memantau secara berkala pergerakan (tren) zonasi ini.
“Pemerintah daerah harus lebih peka dalam membaca data tren zonasi di wilayahnya. Jika lebih dari seminggu zonasi masih tetap di zona oranye atau merah, maka upaya penanganan seperti PPKM Mikro harus dievaluasi,” jelas Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid19 Wiku Adisasmito dalam siaran persnya, Selasa (22/6).
Lebih lanjut, upaya ini diharapkan juga dapat melatih kemampuan daerah untuk menjalankan upaya gas-rem yang baik berdasarkan sensitivitas yang tinggi terhadap kondisi kasus Covid-19. Tak hanya itu, pemerintah juga terus memotivasi optimalisasi PPKM Mikro dan fungsi posko.
Pada prinsipnya, ketika suatu kabupaten/kota diinstruksikan oleh pemerintah provinsi untuk menjalankan PPKM Kabupaten/Kota, maka secara otomatis seluruh desa/kelurahan yang ada di bawahnya menjalankan PPKM Mikro.
Baik PPKM Kabupaten/Kota maupun PPKM Mikro sama-sama merupakan upaya pengendalian. “Hal yang membedakan adalah PPKM Kabupaten/Kota bertujuan memonitor sektor-sektor besar seperti restoran, pusat perbelanjaan, perkantoran, dan sektor lainnya, termasuk memonitor implementasi PPKM Mikro. Sedangkan PPKM Mikro berfungsi secara spesifik mengawasi kegiatan di masyarakat yang umumnya sulit untuk dikendalikan,” papar Wiku.