REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menegaskan, bahwa pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan hasil dari keputusan bersama. Ide TWK, kata Bima, tidak muncul dari satu pihak tertentu melainkan dari sebuah diskusi bersama.
"TWK ini tidak dimunculkan oleh satu orang, ini merupakan diskusi dari rapat tim untuk buat Perkom, kenapa ada nama wawasan kebangsaan karena mengacu pada UU, dan kemudian BKN dapat mandat untuk melaksanakan TWK, " terang Bima di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (22/6).
Bima tidak menjelaskan secara rinci apakah Perkom yang dia sebut adalah Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom KPK) Nomor 1 Tahun 2021. Bima hanya menerangkan, dalam melaksanakan mandat TWK, BKN tidak memiliki instrumen untuk melakukan tes pada pejabat KPK yang sudah lama bekerja.
"BKN punya TWK, tapi tidak sesuai dengan di KPK karena di KPK sudah senior, yang kami miliki adalah tes untuk CPNS, bagi kami tes ini tidak pas untuk pejabat yang sudah menjabat," ujarnya.
Oleh karenanya, BKN menggunakan instrumen yang dimiliki oleh Dinas Psikologi AD. “Kenapa kok sampai menggunakan instrumen yang dimiliki oleh Dinas Psikologi AD itu panjang ceritanya. Itu yang digunakan, kenapa yang digunakan, karena ini masih satu-satunya alat instrumen yang tersedia, yang fair, jadi kami gunakan the best available instrument yang ada,” katanya.
Lebih lanjut Bima menjelaskan, hasil TWK tidak didapatkan dari satu instrumen saja. Menurutnya, ada tiga instrumen yang digunakan yaitu Indeks Moderasi Bernegara-68, wawancara, dan profiling.
"Tiga metode ini yang digunakan untuk menilai teman-teman KPK yang memenuhi syarat, " ujar Bima.
Dari tiga metode tersebut, sebanyak 75 pegawai yang dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS) dalam pelaksanaan TWK. Bima menuturkan, dari 75 pegawai itu kemudian dilakukan pembahasan lagi dengan berbagai lembaga lainnya untuk melihat apakah masih ada pegawai yang bisa dinyatakan memenuhi syarat (MS).
“Kemudian dalam rapat koordinasi dibahas lagi apakah bisa yang 75 ini dikurangi lagi, sehingga ada yang bisa memenuhi syarat dalam tanda kutip. (Rapat) dihadiri oleh semua pihak bersama asesornya, kita sudah coba apakah ada variabel-variabel yang bisa kita hilangkan agar orang-orang ini bisa menjadi memenuhi syarat. Ada. Jadi hasilnya 51 (tidak lolos) dan 24 (diberi kesempatan) itu,” terangnya.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik
Taufan mengatakan, bahwa dari hasil pemeriksaan hari ini, pihaknya akan menyimpulkan soal dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK tersebut.
"Dari itu semua kita akan menyimpulkan seperti apa. Apakah ini memang satu pilihan yang tepat sejalan dengan keputusan UU, keputusan MK misalnya. Apakah sudah sejalan seperti itu. Kemudian ini kan ada puluhan oegawai yang menggap bahwa langkah-langkah ini itu merugikan buat mereka," kata Taufan.