REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi sipil mendorong ketegasan penanganan dan implementasi kebijakan oleh pemerintah daerah dan pusat di tengah terjadinya peningkatan signifikan kasus COVID-19 di Indonesia. Pemerintah pusat dan daerah juga harus melakukan keterbukaan data.
Hal itu dilakukan lewat peluncuran surat terbuka dalam konferensi pers via daring bertajuk "Desakan Emergency Response-Prioritaskan Keselamatan Rakyat di Tengah Pandemi" yang diprakarsai CISDI pada Ahad (20/6). "Sangat penting agar surat terbuka ini juga diberikan kepada para gubernur di berbagai daerah. Regulasi yang sudah dikeluarkan banyak, tapi level ketidakpedulian terdapat di daerah-daerah," ujar epidemiolog dari Eijkman Oxford Clinical Research Unit, Iqbal Elyazar, dalam konferensi pers virtual, Jakarta, Ahad.
Dia mendorong agar surat itu ditujukan tidak hanya di level presiden, karena Presiden akan meneruskan kembali kepada Kementerian Kesehatan dan jajaran di bawahnya.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Sulistyo mendorong adanya kebijakan yang kuat dalam pengendalian COVID-19. "Dari aspek kebijakan, Indonesia termasuk negara yang belum punyai kebijakan yang kuat dalam pengendalian COVID-19, tercatat kita hanya memiliki PP 201 tahun 2020 tentang PSBB," kata Hermawan.
Dia juga menyoroti adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hanya ditetapkan tiga provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatra Barat. Beberapa rekomendasi lain dari surat terbuka itu seperti perbaikan sistem penanganan gawat darurat terpadu, mengeluarkan keputusan karantina wilayah dan mempertegas pembatasan pergerakan dengan sanksi yang tegas dan bantuan sosial bagi masyarakat yang membutuhkan, serta peningkatan tes dan lacak di beberapa daerah.
Surat itu juga mendorong perbaikan sistem pendataan dan pelaporan kasus serta kematian karena COVID-19 untuk mendapatkan gambaran akurat kondisi pandemi.